Ketika BI Tak Lagi Haram Diisi Kalangan Politisi

Di tengah pembahasan ketentuan yang ada dalam RUU P2SK itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat di sela-sela pengumuman hasil rapat dewan gubernur bulanan pada Kamis lalu menekankan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi hingga kini berkomitmen menjaga independensi BI.

Nov 26, 2022 - 17:20

NUSADAILY.COM – JAKARTA – Pasal 47 C Undang-undang tentang Bank Indonesia (BI), entah kenapa, tiba-tiba raib dalam Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU P2SK.

Sejak omnibus law disahkan, sektor keuangan ini, dalam jajaran dewan Gubernur BI tak lagi diharamkan diisi oleh pengurus dan/atau anggota partai politik. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (Core) Mohammad Faisal menilai, penghapusan ketentuan itu akan berimplikasi buruk pada stabilitas moneter dan ekonomi di Tanah Air  nantinya.

Sebab, BI sebagai otoritas moneter tidak lagi bisa independen menjalankan mandatnya menjaga makro ekonomi nasional.

"Jelas implikasinya akan sangat sangat buruk. Karena artinya independensi bank sentral itu sudah bisa diintervensi secara politik," kata Faisal saat dihubungi, Sabtu, 22 Oktober 2022.

Sekalipun anggota dewan gubernur nantinya yang berpolitik itu memiliki kompentensi yang sangat baik secara teknis, Faisal menganggap, politikus akan sangat sulit independen dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Sebab, secara individu, dia akan sangat tergantung pada ketentuan-ketentuan dan kepentingan partainya sendiri.

"Bagaimanapun, ada kepentingan politiknya karena berasal dari partai politik, harus patuh terhadap partai. Ini yang berbahaya," ujar Faisal. "Padahal sebagai bank sentral harus independen dari segala kepentingan, baik politik maupun interest pribadi.

Faisal mengingatkan, ada sejarah kelam yang masih tercatat hingga ini bagaimana buruknya kondisi perekonomian bangsa saat BI tidak lagi independen.

Kondisi ini dapat ditelusuri kembali saat masa demokrasi terpimpin, di bawah pemerintahan Presiden Soekarno, atau lebih tepatnya di akhir masa kepemimpinannya.

"Bank sentral saat itu diintervensi pemerintah, terutama pada masa demokrasi terpimpin, oleh Soekarno. Sehingga pada saat itu banyak keputusan atau kebijakan moneter karena di-drive oleh kepentingan dari pemerintah saat itu, dalam hal ini presiden," ujar Faisal.

Pada masa itu, kata Faisal, Indonesia harus menghadapi krisis ekonomi yang sangat buruk dan tergambar dari tingkat inflasi yang mencapai ratusan persen.

Puncaknya terjadi pada tahun 1966, inflasi tembus 635,26 persen yang kemudian sering disebut hiperinflasi.

Hal tersebut akibat tidak terkontrolnya pencetakan uang, lemahnya produksi, hingga anjloknya sentimen terhadap rupiah.

 "Hyperinflation sampai dilakukan juga sanering, dilakukan juga redenominasi rupiah, sehingga membawa sampai ke krisis ekonomi, krisis politik juga akhirnya, sampai melengserkan presiden," tuturnya.

"Nah hal ini yang kita justru ingin hindari, apalagi sudah ada ancaman resesi global juga ke depan."

Di tengah pembahasan ketentuan yang ada dalam RUU P2SK itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat di sela-sela pengumuman hasil rapat dewan gubernur bulanan pada Kamis lalu menekankan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi hingga kini berkomitmen menjaga independensi BI.

"Bapak presiden sendiri terus menegaskan independensi BI adalah merupakan hal mendasar sebagai salah satu pilar kredibilitas dari kebijakan ekonomi kita. Kebijakan makro ekonomi dan kebijakan di bidang ke bank sentral khususnya mengenai moneter," ujar Perry saat itu.

Sampai kini, dia mengaku, masih terus melakukan koordinasi mendalam terhadap para pemangku kepentingan untuk membahas RUU P2SK, terutama dengan para anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) seperti Menteri Keuangan, Kepala Dewan Komisioner OJK, serta Kepala Dewan Komisioner LPS.

"Mengenai hal ini pada waktunya bersama pemerintah kami akan menyampaikan pandangan-pandangan secara bersama, termasuk berkaitan dengan apa yang diperlukan dalam mereformasi di sektor keuangan untuk terus mendorong ekonomi kita lebih tumbuh menuju Indonesia maju," kata Perry.(han)