Ketika Badai PHK Mulai Hinggap Dimana-mana, Teranyar Asuransi
"Dipicu oleh pandemi yang menyebabkan pembatasan tatap muka dan di fasilitasi oleh relaksasi Peraturan OJK. Bahwa transaksi asuransi tidak perlu tatap muka yang sebelumnya merupakan keharusan," terangnya, Jumat (9/12/2022).
NUSADAILY.COM – JAKARTA - Sejumlah perusahaan asuransi mengambil langkah pemutusan hubungan kerja (PHK), setelah sebelumnya beberapa perusahaan melakukan hal yang tak jauh beda.
Diduga, salah satu pemicunya adalah digitalisasi asuransi, yaitu masyarakat kini bisa membeli polis asuransi hanya lewat aplikasi.
Pengamat Perasuransian Irvan Rahardjo mengatakan, digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan. Dalam hal ini, menurutnya masuk akal jika PHK menjadi salah satu buah dari transformasi tersebut.
"Dipicu oleh pandemi yang menyebabkan pembatasan tatap muka dan di fasilitasi oleh relaksasi Peraturan OJK. Bahwa transaksi asuransi tidak perlu tatap muka yang sebelumnya merupakan keharusan," terangnya, Jumat (9/12/2022).
Kendati demikian, Irvan mengatakan, perkembangan digitalisasi ke depan tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran manusia. Menurutnya, bisnis asuransi tetap perlu sentuhan personal.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto menekankan digitalisasi tidak berimbas langsung ke peningkatan aktivitas PHK.
Menurutnya, teknologi tidak selalu dapat menggantikan peran manusia. Penggunaan aplikasi lebih kepada mempermudah masyarakat untuk mengenal kebutuhan dan memahami produk asuransi sehingga akhirnya memutuskan membeli.
Sedangkan pemicu terjadinya PHK, menurut Bern, karena perusahaan mulai berbenah untuk persiapan, terutama menyangkut antisipasi keadaan ekonomi global di 2023.
"Diharapkan industri segera melakukan adaptasi dan transformasi bisnis, di mana model dan proses bisnis dibuat semakin efisien. Sehingga, dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat," terangnya.
Di sisi lain Bern tak menampik ada beberapa perusahaan yang menghadapi permasalahan tata kelola usaha dan sedang di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun sebagian besar perusahaan berada dalam kondisi sehat.
Menurut Irvan Rahardjo, fenomena PHK dan gagal bayar bersumber dari dua persoalan yang berbeda. Gagal bayar lebih kepada masalah pengawasan serta tata kelola keuangan. Sementara menurutnya, kebanyakan tindak PHK dilakukan atas dasar tuntutan perubahan model bisnis imbas transformasi digital.
"PHK bisa jadi solusi keuangan, tapi lebih karena tuntutan perubahan business model karena digitalisasi," katanya.
Sementara itu, Pengamat Asuransi Dedi Kristianto menjelaskan, PHK bisa menjadi alternatif strategi bisnis apabila usaha lainnya dalam menyelesaikan permasalahan tak membuahkan hasil. Dengan demikian, bisa saja ada perusahaan yang mengambil langkah PHK demi mencegah berlanjutnya masalah ke gagal bayar.
"(Kasus gagal bayar) Ketika kinerja dan performa perusahaan jeblok di satu sisi dan sisi yg lain banyak kewajiban perusahaan yang harus dikeluarkan maka perusahaan melihat PHK adalah salah satu hal yg mau tidak mau harus dilakukan sebagai langkah antisipasi," terangnya, saat dihubungi terpisah.
Namun sebelum memutuskan langkah PHK masih ada alternatif lain dalam menyelesaikan masalah gagal bayar. Alternatifnya yakni dengan mencari tambahan modal. PHK sendiri umumnya dipilih demi mengurangi beban perusahaan. Seperti halnya kasus Jasindo melakukan PHK ke 262 pegawai.
"Dalam kasus asuransi Jasindo yang melakukan PHK kepada karyawannya, hal tersebut dilakukan karena kinerja perusahaan yang semakin menurun, RBC hingga minus yang seharusnya batasannya harus 120% dan itu berakibat pada tingkat profitabilitas yang dihasilkan perusahaan," kata Dedi.(han)