Kembali Pada Puisi-Puisi Berterikat
Berekspresi puisi pada dasarnya menyenangkan saja. Sebagai sebuah karya seni bermedia bahasa, puisi juga memiliki fungsi hiburan dan mendidik. Sejak hadirnya puisi bebas, orang berpikir menulis puisi selalu mengarah pada puisi bebas. Padahal kenyataannya tidak selalu begitu. Ada juga kelompok-kelompok yang menyukai pola-pola puisi yang terikat. Enak-enak saja menulis puisi sudah jelas polanya dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kelompok-kelompok pemuisi.
Oleh: Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd.
Berekspresi puisi pada dasarnya menyenangkan saja. Sebagai sebuah karya seni bermedia bahasa, puisi juga memiliki fungsi hiburan dan mendidik. Sejak hadirnya puisi bebas, orang berpikir menulis puisi selalu mengarah pada puisi bebas. Padahal kenyataannya tidak selalu begitu. Ada juga kelompok-kelompok yang menyukai pola-pola puisi yang terikat. Enak-enak saja menulis puisi sudah jelas polanya dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kelompok-kelompok pemuisi.
Menyimak puisi-puisi terikat seperti pola-pola puisi lama semacam syair, pantun, gurindam, karmina, dan soneta. Akhir-akhir ini, hadir genre putiba dan putibar. Putiba adalah puisi tiga bait. Putibar adalah puisi tiga baris (stanza). Putibar sebenarnya tidak terlalu baru. Genre stanza itu telah hadir cukup lama genre lituli mirip haiku dan senryu. Lituli merupakan puisi berpola lima suku kata, tujuh suku kata, dan lima suku kata tanpa ketentuan harus ada kigo dan kireji seperti pada haiku. Putibar sebenarnya puisi bebas asal tiga baris saja. Mirip dengan itu pola puisi dua baris (distikhon). Menengok kembali genre-genre puisi terikat di antaranya pola tanka, teras puisi dan bondiku, dengan pola dan aturan berpuisi yang khas.
Akhir-akhir ini, dipopulerkan putiba sebagai sebuah genre puisi baru. Putiba merupakan salah satu genre puisi berpola yang memberikan tantangan baik bagi penulis pemula maupun penulis puisi yang memang sudah dikenal sebagai pesyair. Sebagai puisi berpola, putiba bersifat geometris seumpama puisi yang memiliki pola bulat telur, limas, dan bujur sangkar. Puisi ini dipopulerkan di grup facebook yang digagas oleh Tengsoe Tjahjono, dengan ketentuan lapak putiba, bahwa grup ini adalah grup para penulis yang khusus menulis #putiba (puisi tiga bait) dan #putibar (puisi tiga baris) . Oleh karena itu, tulisan yang diunggah hanya puisi tiga bait dan atau puisi tiga baris, bukan tulisan lain, tidak boleh mengangkat tulisan yang berbau SARA, apalagi bernada provokasi, dan tidak boleh unggah jualan, jualan apa saja. Kecuali unggah buku-buku putiba dan putibar karya sendiri sebagai wujud kreativitas yang pantas diapresiasi.
Mengapresiasi puisi-puisi terikat atau puisi berpola yang lain, putiba tergolong pada jenis puisi yang mencakupi jenis sajak yang larik-lariknya memiliki susunan berupa bentuk geometris yang secara tipografis ditandai dengan kata-kata, walaupun tidak membatasi pada ketentuan berapa jumlah suku kata pada setiap lariknya. Berikut ketentuan putiba pada Teras Putiba dinyatakan bahwa grup putiba merupakan sebuah grup yang para penulisnya khusus menulis #putiba (puisi tiga bait) dan #putibar (puisi tiga baris). Oleh karena itu, tulisan yang diunggah hanya puisi tiga bait dan atau puisi tiga baris, bukan tulisan lain. Di grup ini, penulis putiba tidak boleh mengangkat tulisan yang berbau SARA, apalagi bernada provokasi. Mereka juga tidak boleh unggah jualan, jualan apa saja, kecuali unggah buku-buku putiba dan putibar karya sendiri sebagai wujud kreativitas yang pantas diapresiasi.
Sama-sama menghadirkan puisi-puisi terikat dalam konteks puisi digital yang hadir di media sosial, ketentuan pada teras putiba dan putibar berbeda dengan ketentuan pada grup teras puisi. Pada puisi-puisi teras ditentukan dengan pola satu puisi terdiri atas lima baris, setiap baris terdiri atas lima kata maksimal, judul wajib menggunakan huruf kapital tanpa dibubuhi tanda apa pun, dan judul harus tersurat sebagai diksi dalam puisi. Berikut contoh puisi pada Teras Putiba dan puisi pada Teras Puisi. Berikut contoh putiba yang dikutip dari Teras Putiba Indonesia dan puisi yang dikutip dari Teras Puisi. Dua contoh putiba, satu dikutip secara acak yang ditulis oleh Kristina Sirait dengan judul Rengkuhan Puisi dan satunya putiba Sebuah Rasa yang ditulis oleh Nanin Heroe. Sementara, contoh puisi teras dikutip dari karya Ninin Mazalena dengan judul Ruang Sunyi, Sudiro Doank Dua berjudul Dalam Ruang Sunyi, dan puisi Dalam Ruang Sunyi yang ditulis oleh Cunong Nunuk Suraja.
RENGKUHAN PUISI
Kristina Sirait
Juni telah kau habiskan
Dalam peluk erat puisi cinta dan hujan
Tak kau biarkan ia setengah-setengah dalam merengkuhmu dengan bijak
Juni tak tertinggal barang sehari olehmu
Dalam perjuangan hidup, sakit dan hujan
Tak kau biarkan hujan tampak tak tabah dalam menyegarkan dahagamu
Juni kau akhiri sempurna.
Sang Maha Cipta pun mengizinkanmu tuk pergi
Setelah bulan penuh cinta dan hujan berlalu.
Kau pergi bukan di bulan Juni.
Kau pergi bukan dengan sedih.
Kau pergi bukan tuk merintih.
Sukabumi, 19 Juli 2020
SEBUAH RASA
Nanin Heroe
Inginku
Untuk bisa menjadi sesuatumu
Agar kamu mengakui keberadaanku
Dan aku punya hak mencemaskanmu
Karena tak ada yang lebih indah dari sebuah rasa
Di mana dua raga yang saling menjaga
Tak bersama namun saling setia
Mengalah pada jarak untuk bisa bersua
Sebab mencintaimu
Seperti bernafas bagiku
Setiap detik setiap waktu
Dirimu udara bagi jiwa lemahku
Kaliwungu, 23 Desember 2020
DALAM RUANG SUNYI
Ninin Mazalena
ketika semua itu tak terelakkan
tanpa suara tanpa kebisingan senyap
hati hancur bagai puing runtuh
saat tuhan mengambil satu kenikmatan
dalam ruang sunyi hanya termenung
aku hanya butiran debu..
18112022 Jakarta
DALAM RUANG SUNYI
Sudiro Doank Dua
dalam ruang sunyi gambarmu bersemayam
menghiasi dinding hati nan hampa
diksi puisi seolah membingkai semuanya
dalam syair-syair cinta yang trenyuh
di penantian panjang tak bertepi
#TP_SDD
Jak*18112022
DALAM RUANG SUNYI
Cunong Nunuk Suraja
dalam ruang sunyi sepi miring
televisi tersenyum senyap kepada pemirsa
dihapusnya bunyi rahang breaking news
berita tergolek telanjang penuh luka
darah malam memburai merah fajar
Columbus Fri Nov 18 20 22 03:15 am
Nama-nama yang tergabung sebagai pengurus Teras Puisi RD Kedum, Heru Marwata, Ahmadi Almaksumi Nst, Ning Purwa, dan Windu Setyaningsih. Sementara pada Teras Putiba Indonesia memiliki luncuran buku putiba dengan judul Resita Musim. Pada 10 November yang lalu buku ini diluncurkan melalui bincang sastra parade baca putiba. Pembicara yang hadir dan memberi ulasan putiba di antaranya Eka Budianta dan Effendi Kadarisman, termasuk Tengsoe Tjahjono turut serta berbicara di dalamnya.
Jika diperhatikan di samping genre pantun dan syair masih banyak puisi-puisi berpola yang disukai karena memang pendek, mudah, dan gaul. Contoh lituli puisi dengan pola lima suku kata pada baris pertama, tujuh suku kata pada baris kedua, dan lima suku kata pada baris ketiga, misalnya lituli yang ditulis oleh Hadi Supranoto tentang surabi di pasar temple dan Yustini Zega tentang gempa Cianjur.
surabi solo
ketemu srabi blitar
di pasar tempel
siang yang ramai
gempa landa Cianjur
kaget berlari
Puisi berpola seterusnya puisi dua larik yang dipandegani oleh Aceh Suhaedi madsupi. Pada grup ini memiliki kisi-kisi puisi, di antaranya bahwa puisi-puisi yang ditampilkan dalam grup ini memiliki kebebasan dalam pilihan diksi dan tema. Tantangan dan batasannya puisi-puisi yang dihadirkan haruslah dua larik. Biar pun hanya dua larik keindahan puisi dan pesannya tetap terjaga. Berikut dua contoh puisi dua larik berjudul Terhanyut ditulis oleh Farah Baras, Bias Rindu oleh Yeti Sri Mulyati, dan Tercabik oleh Ahmad Maliki
TERHANYUT
Farah Baras
Rindumu bermain di pesisir mataku, ombak cintamu menerjang bibirku
Warna biru lautmu hanyutkan segala rasaku
#PDL FB 113
BIAS RINDU
Yeti Sri Mulyati
Kutak mampu menepis rindu yang membeku
Bayang dirimu menari-nari di kelopak mataku
Pdl _ yts 21112022 (600)
T E R C A B I K
Ahmad Maliki
Coba menelisik sayap-sayap cabik
Singkirkan kenangan menyaru keindahan langit
AM, 211122
Dr. Gatot Sarmidi, M.Pd. adalah dosen Universitas PGRI Kanjuruhan Malang dan pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd., dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus PISHI.