Kemasan Botol Plastik Ternyata Mengandung Zat Etelen Glikol, Apakah Aman Untuk Dikonsumsi?

Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Mochamad Chalid mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kandungan etilen glikol (EG) pada kemasan pangan berbahan PET karena memiliki kadar rendah dan proses yang aman.

Oct 22, 2022 - 03:04
Kemasan Botol Plastik Ternyata Mengandung Zat Etelen Glikol, Apakah Aman Untuk Dikonsumsi?
Foto: iStock

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada obat batuk diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Selain pada obat batuk, Etilen Glikol diketahui juga terdapat pada kemasan plastik PET.

Adapun kemasan PET ini banyak digunakan pada kemasan air minum, dan yang paling banyak beredar masif di pasaran saat ini adalah kemasan botol. Meski demikian kadarnya masih rendah dan diklaim aman.

Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Mochamad Chalid mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kandungan etilen glikol (EG) pada kemasan pangan berbahan PET karena memiliki kadar rendah dan proses yang aman.

"Publik tidak perlu panik terkait kandungan EG dan DEG dalam kemasan Botol PET. Karena ada batas-batas zat tersebut dalam produk pangan yang bisa ditoleransi," ujar Chalid dalam keterangan tertulis, Jumat (21/10/2022).

BACA JUGA : Strain Berhasil Diisolasi, Seberapa Jauh Vaksin Cacar Monyet di China?

Ia menyebut kandungan Etilen Glikol pada kemasan botol air minum PET masih dalam tahap aman dan selalu dalam pengawasan BPOM. Meskipun berasal dari senyawa yang sama, namun proses dan kadarnya berbeda.

Jika dalam obat sirup Etilen Glikol dicampurkan dalam bentuk cair dan ikut diminum, berbeda dengan penggunaan EG sebagai senyawa pengikat dalam plastik PET yang sulit untuk luruh.

Pada obat, kandungan EG dianggap berbahaya karena digunakan untuk melarutkan bahan-bahan obat dan masuk ke tubuh karena ikut diminum. Sedangkan untuk PET senyawa ini sekedar dipakai sebagai aditif untuk mengikat polimer, dan hanya bermigrasi jika kondisi ekstrem, yakni terpapar panas yang mencapai 200 derajat celcius.

Chalid memaparkan secara sederhana bahwa sebelum diolah menjadi kemasan galon atau botol, bijih plastik PET diproduksi dengan bahan baku asam terephtalate dan etilen glikol dengan katalis dalam jumlah sangat sedikit. Selanjutnya, produk bijih plastik PET dimurnikan dari residu bahan baku dan katalisnya sehingga PET yang diolah menjadi kemasan galon atau botol, benar-benar bebas dari Etilen Glikol dan aman untuk kemasan makanan dan minuman.

Menurutnya, peluruhan bahan PET sebagai kemasan menjadi etilen glikol diantaranya hanya terjadi kondisi ekstrem, yang selanjutnya luruhan tersebut akan bermigrasi hingga ke bagian permukaan yang bersentuhan langsung dengan makanan dan minuman. Kedua hal tersebut memerlukan kondisi khusus dan waktu yang lama.

Hal tersebut tidak mungkin terjadi pada kemasan botol atau galon PET yang digunakan sesuai prosedur, dan ditambah lagi dengan penggunaannya tidak diisi berulang-ulang. Selain sifat-sifat unggulnya, uraian tersebut menjadi alasan utama mengapa kemasan galon atau botol PET dinilai aman dan banyak digunakan di seluruh dunia.

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta BPOM untuk melakukan penelitian ulang terhadap semua kemasan pangan yang menggunakan bahan Etilen Glikol dalam proses pembuatannya, termasuk kemasan air mineral yang berbahan PET (Polietilen Tereftalat).

BACA JUGA : Pandemi Jadi Endemi, BPJS Kesehatan Akan Tanggung Biaya Pasien COVID Mulai 2023

"Terhadap kemasan pangan yang berpotensi mengandung Etilen Glikol, karena itu bisa menyebabkan bahaya kesehatan pada anak-anak seperti yang terjadi di Gambia, BPOM perlu melakukan suatu kajian atau penelitian lagi untuk mengetahui kadar Etilen Glikol di dalam produknya," ujar Rahmad.

Menurut Rahmad, penelitian terhadap kemasan pangan yang mengandung Etilen Glikol tersebut sangat diperlukan, meskipun sudah diberikan izin edar mengingat terus berkembangnya ilmu pengetahuan.

"Data-data empiris harus dilakukan termasuk penyebab anak-anak kita yang tengah mengalami gangguan penyakit ginjal akut. Jadi, saya kira hal-hal yang menyangkut itu tidak salah BPOM melakukan satu kajian yang melibatkan peneliti dari universitas yang sangat berkompeten," tutur Rahmad.

Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait juga sempat meminta BPOM memberikan peringatan berupa pelabelan 'Berpotensi Mengandung Etilen Glikol' terhadap kemasan-kemasan pangan berbahan Etilon Glikol.(rws)