Keluarga Assad Belajar Menyiksa Warga Suriah ke Alois Brunner Seorang Nazi
Metode penyiksaan ini diadaptasi dari seorang penjahat perang Nazi Jerman, Alois Brunner, yang pernah tinggal di Suriah sepanjang hayatnya.
NUSADAILY.COM – JAKARTA - Penggulingan rezim Presiden Bashar Al Assad pada 8 Desember lalu menjadi momen bagi para tawanan di Suriah untuk bebas dari siksaan yang selama ini mereka rasakan di penjara.
Selama memimpin, Assad dilaporkan telah menahan ribuan orang antipemerintah di berbagai penjara yang ada di Suriah, termasuk di penjara Sednaya, salah satu penjara di Suriah yang dijuluki 'Rumah Pembantaian Manusia'.
Di sana, ribuan tahanan yang dianggap sebagai kelompok oposisi pemerintah disiksa, dieksekusi mati, serta dibiarkan tidak makan dan minum seharian hingga akhirnya tewas di tempat.
Metode penyiksaan semacam ini sebetulnya sudah diterapkan sejak rezim Assad menguasai Suriah sejak 1970 lalu.
Metode penyiksaan ini diadaptasi dari seorang penjahat perang Nazi Jerman, Alois Brunner, yang pernah tinggal di Suriah sepanjang hayatnya.
Profil Alois Brunner
Alois Brunner merupakan salah satu anggota Partai Nazi Jerman yang paling berpengaruh. Ia lahir di Kota Vas pada 1912. Kota Vas sendiri saat itu masih berada di bawah kekuasaan Austria-Hungaria.
Pada 1920-an, ia mulai menjadi anggota Partai Nazi. Namun, pada 1938, ia bergabung dengan militer Schutzstaffel (SS) untuk membantu Jerman merebut daerah Austria, demikian dikutip Middle East Eye.
Brunner merupakan salah satu orang yang bertanggung jawab atas peristiwa Holocaust, peristiwa pembunuhan massal orang Yahudi di Eropa yang terjadi sekitar 1933 hingga 1945.
Selama itu, ia membantu anggota Partai Nazi lainnya, Adolf Eichmann, untuk membantai sekitar 128.500 kaum Yahudi di Eropa. Jumlah itu termasuk 47.000 orang dari Austria, 44.000 orang dari Yunani, 23.500 orang dari Prancis, dan 14.000 orang dari Slovakia.
"Ia [Alois Brunner] adalah seorang antisemit fanatik, seorang sadis, dan orang yang sepenuhnya berdedikasi pada pembunuhan massal orang-orang Yahudi Eropa," kata pakar sejarah Simon Wiesenthal Center, Efraim Zuroff.
Meski bertanggung jawab atas pembunuhan massal orang-orang Yahudi di Eropa, Brunner mengaku tidak menyesali perbuatannya. Sebab, ia menilai orang-orang Yahudi memang pantas untuk mati.
"Semua [orang Yahudi] pantas mati karena mereka adalah agen Iblis dan sampah manusia. Saya tidak menyesal dan akan melakukannya lagi," katanya dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh Chicago Sun-Times pada 1987.
Usai Nazi Jerman mengalami kekalahan pada 1945, Alois Brunner mengasingkan diri ke Timur Tengah dengan menggunakan paspor palsu.
Negara pertama yang ia kunjungi saat itu adalah Mesir. Kemudian, pada 1954, Brunner melarikan diri ke Suriah. Di sanalah Brunner tinggal sampai akhir hayatnya.
Di Suriah, Brunner awalnya tinggal di George Haddad Street, Damaskus, di sebuah apartemen milik seorang perwira Jerman dan penasihat pemerintah Suriah, Kurt Witzke.
Namun, memfitnah Witzke telah berkhianat terhadap pemerintah Suriah. Hal ini menyebabkan Witzke ditangkap dan disiksa sehingga Brunner menjadi satu-satunya penghuni di apartemen tersebut.
Selama 1950-an, Brunner bekerja sebagai penyelundup senjata. Pekerjaan 'kotor' ini pun terendus oleh pemerintah Suriah. Brunner akhirnya ditangkap oleh intelijen Suriah untuk diinterogasi mengenai pekerjaannya dan dari mana ia berasal.
Saat ia diwawancara, Brunner memberi tahu bahwa dirinya merupakan mantan anggota Partai Nazi Jerman sekaligus asisten Eichmann, salah satu orang yang bertanggung jawab atas tragedi Holocaust.
Mendengar hal tersebut, pihak intelijen Suriah yang tadinya geram terhadap Brunner pun seketika berubah menjadi suka. Brunner pun akhirnya direkrut oleh intelijen Suriah untuk membantu negara itu mengatasi berbagai kelompok oposisi pemerintah.
Selama menjadi anggota intelijen Suriah, Brunner sangat 'dimanjakan'. Ia dianggap sebagai orang berpengaruh yang bisa membantu Suriah menjalankan berbagai operasi strategis.
Selama itu pula, Brunner mengajari Presiden Suriah, Hafez Al Assad, bagaimana metode siksaan yang ia gunakan saat melakukan tindakan Holocaust di Eropa.
Salah satu metode penyiksaan yang diajarkan Brunner adalah teknik "Kursi Jerman". Metode penyiksaan ini dilakukan dengan cara mengikat tangan dan kaki tahanan di kursi logam yang kemudian dapat ditekuk untuk memberikan tekanan pada leher dan tulang belakang yang mengakibatkan kelumpuhan atau kematian.
Rezim Assad sendiri masih menampik keterlibatan Brunner dalam merancang metode penyiksaan yang dilakukan Suriah kepada para tawanan perang. Mereka bersikukuh bahwa Brunner tidak pernah datang ke Suriah dan mengajari mereka tindakan bengis tersebut.(han)