Jangan Nunggu Dewasa Mr P Disunat, Ini Risikonya

Sunat atau khitan atau sirkumsisi merupakan prosedur memotong kulit kepala penis (kulup) untuk yang sangat dianjurkan bagi pria, khususnya anak-anak. Namun, pada usia berapa anak harus disunat?

Dec 5, 2022 - 13:00
Jangan Nunggu Dewasa Mr P Disunat, Ini Risikonya
Ilustrasi (Pexels.com/Deon Black)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Sunat atau khitan atau sirkumsisi merupakan prosedur memotong kulit kepala penis (kulup) untuk yang sangat dianjurkan bagi pria, khususnya anak-anak. Namun, pada usia berapa anak harus disunat?

Menjawab hal ini, Ketua Umum Asosiasi Khitan Indonesia (ASDOKI) dr Darsono mengatakan standar 'ideal' anak dikhitan berubah seiring berkembangnya zaman. Ia mengatakan zaman sekarang, anak bisa dikhitan pada usia 7 hari setelah dilahirkan hingga 12 tahun.

BACA JUGA: 44 Negara Bagian A.S. Berada Pada Tingkat Aktivitas Penyakit Pernapasan yang Tinggi


"Kalau dulu anak-anak ideal itu (usia) kelas 3 sampai kelas 6 SD," ujar Darsono ditemui di Berani Sunat Center (BSC), Serpong Utara, Tangerang Selatan, dikutip dari detikcom.

Alasan bayi 7 hari merupakan usia ideal dikarenakan sel-sel tubuh bayi cepat beregenerasi. Selain itu, jika anak-anak yang sudah besar cenderung enggan untuk disunat karena sudah terpapar stigma 'sunat itu mengerikan'.

"Kalau anak-anak kita harus siapkan mentalnya terlebih dahulu sebelum disunat," pungkas Darsono.

Darsono juga tidak melarang pria yang sudah memasuki usia remaja-dewasa untuk dikhitan. Namun, ia lebih menyarankan pria dikhitan pada usia anak-anak. Hal ini dikarenakan kulup penis pada usia remaja-dewasa cenderung alot.

"Pada usia remaja-dewasa penis juga rentan 'bangun' (ereksi) sehingga sulit untuk dieksekusi," tuturnya.

BACA JUGA: Apakah Lansia Perlu Divaksinasi? Begini Tanggapan Biro Nasional Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


Berapa Lama Luka Sunat Kering?

Darsono menuturkan, luka sunat kering pada 7-14 hari tergantung kebiasaan dan kondisi anak. Berikut adalah faktor yang memperlambat pengeringan luka sunat:

Pasien yang tidak mau melakukan prosedur rawat luka selama perawatan dan penyembuhan di rumah.

Orangtua pasien yang jarang memperhatikan kondisi anak pasca khitan.

Infeksi karena kurang menjaga kebersihan.

Pendarahan faktor eksternal seperti kecelakaan, sehingga memperlambat proses penyembuhan.(eky)