Imbas Resesi Seks, Jepang Gelontorkan Rp370 T Demi Perbanyak Penduduk

Adapun bantuan itu diberikan untuk biaya pendidikan dan perawatan prenatal, hingga promosi kerja yang fleksibel dan cuti ayah. Subsidi sebesar Rp370,63 triliun itu akan diberikan oleh pemerintah Jepang selama tiga tahun ke depan.

Imbas Resesi Seks, Jepang Gelontorkan Rp370 T Demi Perbanyak Penduduk

NUSADAILY.COM – TOKYO - Istilah resesi seks mengacu pada penurunan gairah seseorang untuk berhubungan seks, memiliki anak, dan menikah yang disebabkan banyak berbagai faktor.

Jepang akan mengucurkan US$25 miliar atau Rp370,63 triliun (asumsi kurs Rp14.825 per dolar AS) untuk mengatasi penurunan angka kelahiran yang kerap disebut juga sebagai fenomena resesi seks.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan uang tersebut akan diberikan langsung ke masyarakat dalam bentuk subsidi.

Adapun bantuan itu diberikan untuk biaya pendidikan dan perawatan prenatal, hingga promosi kerja yang fleksibel dan cuti ayah.

Subsidi sebesar Rp370,63 triliun itu akan diberikan oleh pemerintah Jepang selama tiga tahun ke depan.

Selain itu, Kishida juga akan membuat kebijakan demi meningkatkan pendapatan bagi kaum muda dan generasi yang mengasuh anak.

"Kami akan bergerak maju dengan langkah-langkah ini untuk melawan penurunan angka kelahiran tanpa meminta masyarakat menanggung beban lebih lanjut," katanya seperti dikutip dari Channel News Asia, Jumat (2/6).

Masalah resesi seks memang tengah melanda beberapa negara, China dan Korea Selatan salah satunya. Namun, masalah resesi seks paling akut memang terjadi di Jepang.

Negara berpenduduk 125 juta ini mencatat kurang dari 800 ribu kelahiran tahun lalu. Angka ini menjadi yang terendah sejak pencatatan dimulai, sementara biaya perawatan lansia melonjak.

Negeri Sakura memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako. Aturan imigrasi yang relatif ketat, ditambah resesi seks, membuat Jepang kekurangan tenaga kerja yang terus meningkat.

Di sisi lain, kebijakan subsidi Rp370,63 triliun yang diambil Kishida tadi menuai kritik. Pasalnya, Kishida dinilai gagal untuk mengidentifikasi sumber pendanaan selain pemotongan pengeluaran di tempat lain dan meningkatkan ekonomi.(han)