IDI Beserta Organisasi Profesi Gelar Aksi Demo Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Mereka menolak RUU Omnibus Law Kesehatan lantaran dianggap merugikan masyarakat. Dalam orasinya, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menyampaikan dengan tegas penolakan tersebut.

Nov 28, 2022 - 22:21
IDI Beserta Organisasi Profesi Gelar Aksi Demo Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law
Aksi penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan lantaran dianggap merugikan masyarakat di depan gedung DPR hari ini, Senin (28/11). (Nusadaily/Sir)

NUSADAILY.COM - JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beserta angggota, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) memadati area gerbang gedung DPR RI untuk berunjuk rasa.

Mereka menolak RUU Omnibus Law Kesehatan lantaran dianggap merugikan masyarakat. Dalam orasinya, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menyampaikan dengan tegas penolakan tersebut.

“Kami adalah profesi yang selama ini sudah memberikan kontribusi untuk rakyat Indonesia. Pandemi belum selesai, negara masih membutuhkan tenaga kesehatan Indonesia, jangan tempatkan organisasi profesi menjadi marjinal, kata Adib saat berorasi di depan Gedung DPR RI, Senin (28/11).

Adib berharap organisasi profesi dapat dikuatkan eksistensinya. Pasalnya, ia merasa bahwa organisasi profesi dilahirkan untuk rakyat Indonesia.

 “Dan, kami akan selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat. Ini adalah upaya agar didengar bahwa kami menolak RUU Kesehatan dan kita keluarkan dari program legislasi nasional (prolegnas).”

BACA JUGA : NasDem Abstain di Usulan Revisi UU IKN, ini Alasannya Menurut...

Adib menambahkan bahwa pihaknya selalu ingin menjadi mitra pemerintah. Namun, untuk kepentingan masyarakat Indonesia.

Dalam unjuk rasa tersebut, Juru Bicara Aliansi Nasional Nakes dan Mahasiswa Kesehatan Seluruh Indonesia sekaligus Calon Ketua Terpilih PB IDI 2022-2025 Mahesa Pranadipa Mikael menjelaskan tujuan aksi yang dilakukan.

“Tujuan aksi hari ini adalah menolak keberadaan RUU Kesehatan Omnibuslaw yang saat ini masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2022,” kata Mahesa.

“Kenapa penolakan ini kami lakukan? Karena proses-proses yang terjadi dalam Prolegnas ini terkesan sembunyi-sembunyi, tertutup, dan terburu-buru tanpa adanya naskah akademik yang kuat.”

Tidak ada naskah akademik yang menjelaskan apa dasar filosofis, dasar yuridis, dan sosiologis, katanya.

Mahesa mengatakan bila berbicara kesehatan hari ini, lanjutnya, maka artinya kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi negara, UUD 1945 mengamanatakan kesehatan ini sebagai tanggung jawab negara.

“Oleh karena itu, dalam mengurus kesehatan seluruh rakyat Indonesia seharusnya melibatkan seluruh komponen bangsa, organisasi profesi, ikatan mahasiswa kedokteran, dan institusi lain harusnya dilibatkan.”

BACA JUGA : RUU PPKS Hapus Pasal 47, Gubernur BI Tak Lagi Haram Diisi...

“Tetapi yang terjadi, ini tidak dilibatkan. Padahal kita akan mengurus kesehatan masyarakat kita. Dan kami mendapatkan banyak informasi soal substansi yang akan didorong dalam RUU ini yang mengancam keselamatan dan kesehatan seluruh rakyat Indonesia.”

Untuk itu, organisasi profesi merasa punya tugas untuk menyelamatkan rakyat. Mulai dari proses terbitnya sebuah undang-undang, IDI sudah melihat adanya prosedur yang tidak dipenuhi yakni soal keterbukaan dan transparan. Jika transparan, maka semua pihak akan tahu apa saja yang akan didorong dalam RUU ini.

Mahesa juga melihat adanya upaya-upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan.

“Kalau semuanya dibebaskan tanpa kontrol sama sekali, tanpa memerhatikan mutu pelayanan kesehatan maka bisa mengancam seluruh rakyat.”

Ada pula substansi yang lain, misalnya penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi, dan surat tanda registrasi (STR). STR sejauh ini berfungsi untuk meregistrasi tenaga kesehatan. Setiap tenaga kesehatan perlu memiliki STR di konsilnya masing-masing.

“Dan, itu harusnya dievaluasi setiap lima tahun. Tapi dalam substansi rancangan undang-undang, kami membaca ada upaya untuk menjadikan STR ini berlaku seumur hidup.”

“Bisa dibayangkan kalau dokter dan tenaga kesehatan praktiknya tidak diawasi dan tidak dievaluasi selama 5 tahun, itu gimana mutunya, itu ancaman bagi keselamatan seluruh rakyat kalau tidak diawasi.”(lal)