Holopis Kuntul Baris Hijrah Menuju Madinah Van Java

May 26, 2023 - 08:23
Holopis Kuntul Baris Hijrah Menuju Madinah Van Java
Kawasan parkir didepan Masjid Jami Al Anwar Kota Pasuruan. (oni)

NUSADAILY.COM - PASURUAN - ENAM Payung Madinah mengembang sudah dipelataran Masjid Jami' Al Anwar Kota Pasuruan. Pembangunan payung raksasa yang merupakan bagian dari revitalisasi kawasan Alun-alun inipun sukses menjadikan ikon Kota Pasuruan Kota Madinah. Sebuah kota yang diobsesikan menjadi kota yang maju ekonominya, indah kotanya dan harmoni warganya. 

Payung Madinah inipun menjadi magnet baru bagi masyarakat untuk berbondong-bondong datang ke Kota Pasuruan. Tak terkecuali bagi wisatawan religi, peziarah ke makam KH Abdul Hamid, yang terus berdatangan dan merasakan keindahan payung yang menyerupai aslinya di Kota Madinah.

Ibarat pepatah, ada gula ada semut, kerumunan baru diikuti dengan bertumbuhnya para pedagang kaki lima (PKL) disekitar Alun-alun. Areal parkir kendaraan yang terus membengkak, seolah menjadikan badan jalan menjadi kian sempit. Kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas jalan raya tak terelakkan.

Para pejalan kaki, wisatawan religi yang kebanyakan berasal dari masyarakat menengah kebawah, tak lagi merasa nyaman. Ruang terbuka hijau, trotoar yang nyaman bagi pejalan, tertutup tenda-tenda PKL dan deretan kendaraan yang terparkir dibahu dan badan jalan sekitar Alun-alun Kota Pasuruan.

Pemkot Pasuruan yang menempatan puluhan petugas harus bekerja ekstra membendung dan menertibkan PKL dan kawasan parkir Alun-alun. Secara perlahan, sekitar 120 PKL yang berjualan dan parkir kendaraan yang mengitari Alun-alun mulai tertata. Pun demikian upaya penataan PKL dan parkir, masih kerap mengganggu wisatawan religi dan para pejalan kaki. Indah Kota Pasuruan masih menjadi impian yang belum terwujud.

"Kami menempatkan 10 orang personil dikawasan Alun-alun, setiap hari ada tiga shift. Penjagaan ini belum termasuk dari Dinas Perhubungan yang mengatur arus lalu lintas,"kata Kepala Satpol PP Kota Pasuruan, Nur Fadholi.

Menurutnya, penertiban kawasan Alun-alun selama ini dilakukan secara persuasif. Namun untuk memberikan efek jera, petugas juga memberikan tindakan tegas kepada mereka yang melanggar aturan. 

Tumbuh kembang PKL dikala Indonesia dilanda krisis ekonomi periode tahun 1998, menjadi buffer zone, penyelamat ekonomi masyarakat kecil. PKL yang terus tumbuh seolah menjadi primadona ekonomi kerakyatan, pada akhirnya menjadi permasalahan tersendiri di kota-kota lain. Upaya relokasi dan penataan PKL, tak jarang mendapat perlawanan. Beragam alibi mengemuka, seiring upaya penertiban PKL dan perparkirannya.

Pada medio tahun 2022 lalu, sekitar 2.000 PKL dikawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, secara sukarela mengosongkan lapak dagangannya di pedestrian dan trotoar jalan menuju dua tempat yang disediakan. Tanpa ada gejolak berarti, para pedagang ini mengambil nomor undian untuk mendapatkan lapak baru yang bersih berlantai tiga di Teras Malioboro. Kawasan parkir yang menjadi penyulut kemacetan lalu lintas juga berpindah.

Pedestrian jalan Malioboro kini menjadi kawasan yang nyaman bagi pejalan kaki, penyandang disabilitas dan seniman jalanan. Wisatawan dapat leluasa berjalan kaki disepanjang jalan Malioboro yang mencapai 2 KM dari ujung utara ke ujung selatan. Wisatawan juga dengan mudah menemukan Gedung Teras Malioboro yang menjadi sentra berjualan PKL.

"Kami tidak ingin petugas Satpol PP di-cap sebagai 'tukang garuk' PKL. Beragam pendekatan humanis, kompromi dan negosiasi untuk menata para PKL secara kondusif dan tanpa gejolak," kata Kepala Dinas Kominfo dan Persandian Kota Yogyakarta, Ignatius Trihastono. 

Kota Yogyakarta dengan keistimewaannya, kata Trihastono, memiliki perbedaan dalam mengatur warganya, termasuk para PKL. Keberadaan dan kehendak Ngarso Dalem (Raja Yogyakarta), harus menjadi panutan bagi setiap warga.

"Kami melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi secara swadaya menjadi Jogoboro, semacam Satpol PP swasta. Mereka juga bertanggung jawab menjaga ketertiban kawasan Malioboro. Peran mereka juga sangat penting dalam upaya menata para PKL dan perparkiran agar tidak terjadi kemacetan," jelasnya.

Pemkot Yogyakarta yang telah menyediakan Gedung Teras Malioboro, tidak pernah membicarakan berapa tarif sewa yang dikenakan pada PKL, saat sosialisasi dilakukan. Sosialisasi dan pendekatan humanis ini diprioritaskan agar PKL secara sukarela berpindah ke lokasi baru.

"Yang penting PKL masuk dan pindah di lokasi baru lebih dulu. Setelah mereka berjualan, baru kita bicarakan tarif sewa yang tentu saja tidak memberatkan PKL," tandas Trihaston.

Pada masa transisi penataan PKL, diakuinya terdapat beragam keluhan dari para pedagang karena sepi pengunjung. Namun pemerintah tidak tinggal diam dan menjalankan komitmennya untuk membuat beragam kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan masyarakat. Sehingga secara perlahan, pendapatan para PKL berangsur pulih bahkan lebih baik dari sebelumnya ketika berjualan di trotoar jalan.

Kota Pasuruan memang berbeda dengan Kota Yogyakarta yang menjadi salah satu destinasi wisata di Indonesia. Adat istiadat dan budaya masyarakat dua daerah ini bahkan cenderung bertolak belakang. Masyarakat Pendalungan (akulturasi budaya Jawa dan Madura) cenderung lebih keras dibanding masyarakat Yogyakarta yang kalem.

Meski demikian, bukan berarti untuk mengajak masyarakat Kota Pasuruan menjadi lebih baik menjadi pekerjaan yang berat dan sulit. Masyarakat Kota Pasuruan yang religius dan berjuluk masyarakat Kota Santri, tentu juga memiliki kepatuhan pada pemimpin dan tokoh agama.

Melibatkan masyarakat sebagai JogoPoncol atau dengan sebutan lain sebagai relawan, dapat mempercepat mewujudkan Kota Pasuruan yang indah dan harmoni warganya. Partisipasi Satpol PP swasta dapat berperan aktif dalam peran sertanya menciptakan dan menjaga ketertiban serta kebersihan di kawasan Alun-alun Kota Pasuruan. 

Ramah Pejalan Kaki

Terciptanya kawasan Alun-alun Kota Pasuruan yang tertib dan terjaga kebersihannya, akan menjadikan wisatawan religi semakin berbondong datang. Tidak hanya PKL, tetapi juga penataan parkir yang perlu mendapat perhatian, termasuk kawasan parkir yang berada di depan Masjid Jami Al Anwar.

Kawasan parkir tidak hanya digunakan masyarakat yang hendak beribadah, tetapi juga masyarakat yang hendak berbelanja di pertokoan sekitar Alun-alun. Kawasan parkir yang selalu padat sedari pagi hingga malam ini cukup mengganggu para pejalan kaki, dan menjadikan pemandangan di Payung Madinah kurang elok.

Membangun kawasan parkir bertingkat, menjadi salah satu solusi akan keterbatasan lahan parkir disekitar Alun-alun. Masyarakat akan merasa terbiasa berjalan kaki sedikit lebih jauh dari lokasi parkir, jika pada kawasan Alun-alun menjadi tempat yang nyaman. Trotoar yang menjadi hak pejalan kaki, harus bebas dari parkir dan gerobak PKL.

Wisatawan religi yang berasal dari luar daerah Kota Pasuruan, pada umumnya adalah masyarakat kelas menengah kebawah. Kebanyakan wisatawan ini memilih berjalan kaki dari Terminal Wisata Kota Pasuruan yang berjarak sekitar 1 KM. Iring-iringan peziarah yang berjalan kaki ini kerap kali memenuhi bahu jalan yang padat kendaraan bermotor. 

Pada kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, ruas badan jalan sepanjang 2 KM ini justru dipersempit. Sebaliknya justru memperlebar trotoar jalan yang tentu saja memanjakan para pejalan kaki. Beragam ornamen yang berada di pedestrian jalan, menjadi kawasan yang nyaman dan ramah bagi pejalan kaki. Bahkan pada waktu-waktu tertentu, ruas jalan Malioboro ini justru ditutup untuk lalu lintas kendaraan bermotor.

"Wisatawan yang berkunjung ke Kota Pasuruan adalah untuk wisata religi. Saat ini, wisatawan heritage dan kuliner semakin menggeliat. Face off Gedung Harmonie, revitalisasi kawasan Taman Kota dan P3GI mulai banyak dikunjungi wisatawan. Ini menjadi prioritas untuk dikembangkan menjadi lebih baik," kata Akung Novayanto, Sekretaris Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Pasuruan.

Mewujudkan Kota Pasuruan sebagai Madinah Van Java tentu tidaklah mudah. Butuh sinergitas pemerintah dan semua kalangan masyarakat dalam segala hal. Holopis kuntul baris, hijrah menuju budaya tertib dan budaya resik serta hidup bersih. (oni)