Dunia Anak Adalah Hp Android?

Jungkir balik dunia sudah sangat dirasakan sejak era digital menjalar. Era teknologi informasi dan komunikasi yang diprediksi oleh Alfin Tofler sebagai gelombang ketiga telah menjadi kenyataan. Kesejagadan atau globalisasi telah merampas ruang dan waktu yang selama ini diangap sebagai kendala komunikasi. Jarak tidak lagi menjadi masalah untuk melakukan segala aktivitas kehidupan. Demikian juga aktivitas dunia anak, mereka mulai tergusur secara revolusioner oleh berbagai bidang kehidupan. Mereka kehilangan akses memanfaatkan tanah lapang untuk bermain bola, layang-layang, engklek, gobak sodor, jentikan, kasti, ular naga, dan lain-lain.

Jan 7, 2023 - 21:22
Dunia Anak Adalah Hp Android?
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Oleh: Dr. Aries Purwanto, M.Pd.

Jungkir balik dunia sudah sangat dirasakan sejak era digital menjalar. Era teknologi informasi dan komunikasi yang diprediksi oleh Alfin Tofler sebagai gelombang ketiga telah menjadi kenyataan. Kesejagadan atau globalisasi telah merampas ruang dan waktu yang selama ini diangap sebagai kendala komunikasi. Jarak tidak lagi menjadi masalah untuk melakukan segala aktivitas kehidupan. Demikian juga aktivitas dunia anak, mereka mulai tergusur secara revolusioner oleh berbagai bidang kehidupan. Mereka kehilangan akses memanfaatkan tanah lapang untuk bermain bola, layang-layang, engklek, gobak sodor, jentikan, kasti, ular naga, dan lain-lain.

Aneka permainan tradisional yang membutuhkan tanah lapang telah musnah. Semuanya tergusur untuk pemukiman, pertokoan, mal, dan berbagai bangunan  menjulang yang makin padat. Mereka kehilangan kehangatan dan kasih sayang kedua orang tua karena kedua orang tua sibuk untuk memenuhi hasrat hidupnya. Sebagian kemesraan dari gurunya juga telah lenyap karena komunikasi hanya lewat zoom meeting dan guru sibuk dengan beban administrasinya. Dari sinilah, alat-alat permainan elektronik seperti video game, game watch, tetris, tik-tok, hello, snack video, face book, instagram, dan sebagainya segera menggantikannya.

Peran ruang dan waktu telah direnggut oleh sepucuk HP yang dirancang tersambung dengan internet dan mengglobal. Dunia wisata anak-anak, mulai digeser dan lebih terhipnotis berada di depan media elektronik HP. Hadir pula Internet yang mampu menggoda anak-anak untuk bermain, bercanda, surat-suratan, nonton film, dan sederet keasyikan lain yang menakjubkan di seluruh belahan bumi.

HP Android, medium komunikasi inilah yang hingga kini paling diakrabi masyarakat karena faktor availability dan accesibility yang tinggi. Selain itu, kehadiran internet ternyata membawa dampak yang luar biasa, baik dampak positif maupun negatif. Saat ini untuk kepemilikan HP, tidak mengenal kalangan (status ekonomi) rendah, sedang, dan atas. Anak-anak dari berbagai kalangan sudah memiliki HP Android dengan spesifikasi yang memadai.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        

Berangkat dari opini dewasa ini, bahwa dampak positif dan negatif  internet sedang dalam pertarungan yang hebat. Berdasar pengamatan dan berbagai hasil survei, penggunaan HP sangat efektif untuk komunikasi bisnis, pembelajaran, dan keamanan. Di sisi lain, anak-anak menemukan dunia baru yang cenderung meninggalkan dunia nyata. Beberapa kerusakan alat indra (khususnya mata, telinga, dan otak) lebih cepat diderita. Radiasi yang dipancarkan oleh HP memengaruhi alat indra, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Hal itu tanpa disadari dan merusak secara evolutif, sangat lembut, dan pelan-pelan.

Upaya menangkal isu radiasi mulai dilakukan dengan berbagai media kaca mata maupun screen di HP. Ternyata hal tersebut tidak memberikan hasil optimal karena frekuensi pemakaian HP yang overcapacity. Anak-anak mampu berjam-jam memelototi HP sambil terus di-cas dalam saluran listrik. Berbagai seminar, diskusi, dan brainstorming dilakukan untuk mencari solusi agar anak-anak tidak tenggelam dalam dunia HP. Hasilnya masih nihil karena berbagai kepentingan dan tuntutan era teknologi-informatika. 

Pada tataran Sekolah Dasar sudah banyak tugas yang harus diakses lewat HP. Tingkat SMP dan SMA sudah wajib punya HP, apalagi perguruan tinggi dan pembisnis. Persoalan yang mengemuka adalah membangun jiwa pemakai HP agar menggunakan sewajarnya sesuai kebutuhan dasar saja. Bentuk persuasi dan motivasi kepada anak-anak sudah dilakukan, tidak berhasil. Adakalanya dengan merampas HP anak-anak, justru menimbulkan keretakan komunikasi keluarga.  Dilema ini terus bergulir seiring waktu dan suatu hari akan muncul gerakan back to natur untuk mengatasi kecanduan HP.

Sekadar contoh, Tik Tok yang berbau pornografi dan kekerasan yang bisa merugikan perkembangan kepribadian anak-anak, justru membanjir. Gerakan untuk mengimbangi menu tumbuh-kembang kepribadian anak perlu dilakukan segera. Jangan sampai negeri ini mengalami lost generation karena pemakaian HP yang tidak terkontrol.

Pendampingan Mutlak

 Selain HP, ada juga TV yang memengaruhi pola kehidupan anak-anak. Hasil riset YKAI dan Litbang Dekominfo pada tahun 2018 menunjukkan bahwa mayoritas (52%) film-film yang disajikan untuk anak-anak memeragakan adegan-adegan antisosial. Hanya 48% yang prososial. Apalagi menurut Djoko Lelono (2019) anak-anak usia 5—9 tahun yang menonton televisi pada saat prime time mencapai 51%. Tanpa perlu menyebutkan satu per satu bukti-bukti, diketahui pada saat prime time tayangan televisi cenderung cocok untuk orang dewasa. Lebih parah lagi kalau tidak didampingi, internet menyediakan banyak pilihan.

Ada pilihan yang sesuai untuk pendidikan anak-anak dan keluarga. Sebut saja misalnya homepage (situs) Kidscom yang dkhususkan anak-anak usia 4—15 tahun dipandu tokoh kartun Tobie Wan Kenobi. Anak-anak diajak bermain di tempat-tempat bermain, mencoba graffiti, atau bercanda dengan teman-teman di seluruh dunia. Tentu saja masih banyak lagi alamat-alamat di Internet yang bisa dibuka sesuai karakteristik umur anak-anak seperti The Kids on the Web; Steve and Ruth Bennet’ Family Surfboard, dan sebagainya.

Seperti dikatakan Milton Chen (1996) diperlukan pendampingan untuk mengoptimalkan peran edukasional televisi dan pemakaian  internet. Persoalannya, waktu orang tua untuk mendampingi anak-anak tidak ada lagi. Satu solusi lokal saya tuliskan di sini, tetapi masih banyak pro-kontra yang terus berkecamuk. Banyak orang tua mengambil jalur alternatif, menyekolahkan anak-anaknya di Pondok Pesantren yang memiliki sekolah formal. Kajian profil Pondok Pesantren dengan fasilitas Boarding School akan saya urai pada tulisan mendatang.

 

Dr. Aries Purwanto, M.Pd. adalah dosen IAI Al Khoziny Sidoarjo dan pengurus Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd., dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus PISHI.