Disabilitas Menulis, Menulis Disabilitas
Sebagai homo scriptor, manusia memang terlahir dengan bakat menulis. Untuk itu, menulis memang sudah menjadi bagian kehidupan manusia. Tentunya, hal tersebut berlaku untuk manusia modern. Menyoal tentang menulis, beberapa pakar, Özdemir dan Noroozi menunjukkan bahwa studi mengenai menulis semakin kompleks dan multiinterdispliner.

Oleh
Prof. Dr. Anas Ahmadi, M.Pd.
Sebagai homo scriptor, manusia memang terlahir dengan bakat menulis. Untuk itu, menulis memang sudah menjadi bagian kehidupan manusia. Tentunya, hal tersebut berlaku untuk manusia modern. Menyoal tentang menulis, beberapa pakar, Özdemir dan Noroozi menunjukkan bahwa studi mengenai menulis semakin kompleks dan multiinterdispliner.
Hal ini menunjukkan bahwa minat para peneliti konteks menulis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tentunya, hal ini juga dikaitkan dengan kesadaran mengenai literasi dan kesadaran mengenai konsern terhadap studi kepenulisan/menulis yang berdampak sangat besar dalam perkembangan suatu negara tertentu. Memang, diakui atau tidak, sepakat atau tidak menulis bagi sebagian orang bukanlah hal yang mudah sebab menulis membutuhkan keterampilan tingkat tinggi.
Karena itu, menulis bukan hal mudah semudah membalikkan telapak tangan. Namun, pada sisi yang lain, menulis merupakan hal mudah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, ada yang mengungkapkan bahwa menulis itu mudah semudah menghela napas.
Berkait dengan menulis, salah satu yang menjadi perhatian peneliti skala global adalah menulis disabilitas. Sebut saja Wang dalam penelitiannya Diagnostic assessment of novice EFL learners’ discourse competence in academic writing: a case study yang menunjukkan bahwa saat ini studi mengenali menulis konteks disabilitas sedang tren. Dalam kaitannya dengan hal ini, menulis disabilitas memiliki dua terma kunci.
Pertama, menulis disabilitas, yakni penelitian mengenai disabilitas yang dilakukan oleh peneliti yang memiliki konsern pada disabilitas. Menulis disabilitas dalam hal ini dikaitkan dengan hal berikut: kepengarang disabilitas/proses kreatif disabilitas, hasil karya sastra/kreatif ataupun karya lain yang dihasilkan oleh penulis dari penyandang disabilitas, tema yang dibahas oleh orang-orang yang menyandang disabilitas, atau bisa juga pandangan pembaca berkait dengan karya kreatif (novel, cerpen, puisi, drama, ataupun yang sejenis) yang dihasilkan oleh penyandang disabilitas.
Kedua, penyandang disabilitas yang menulis mengenai karya kreatif. Dalam hal ini, orang-orang penyandang disabilitas melakukan penelitian berkait dengan berbagai aspek, misal filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi, religi, ataupun feminisme. Bisa juga, mereka penyandang disabilitas, meneliti tentang dunia kepenulisan/dunia sastra.
Bertolak dari dua hal tersebut, yakni disabilitas menulis dan menulis disabilitas, ditunjukkan bahwa penyandang disabilitas juga memiliki keahlian dalam menulis yang berkait dengan karya kreatif/sastra. Selain itu, mereka juga bisa melakukan penelitian yang berkait dengan karya kreatif/sastra. Untuk itu, kita patut mengapresiasi dan memberikan acungan jempol pada mereka yang memiliki konsern pada dunia disabilitas yang memberikan kontribusi pada dunia kepenulisan dan penyandang disabilitas yang memberikan kontribusi yang berkait dengan kepenulisan.
Menindaklanjuti kepenulisan disabilitas, tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya melakukan kegiatan menulis untuk disabilitas dengan tema “Program Unesa for Blind Writers (UBW): Strategi Promosi Menulis untuk Disabilitas Tunanetra di Indonesia Berbasis Psikologi Kognitif dengan Konsep Learning-Writing-Teaching”. Kegiatan PKM. Kegiatan tersebut mengundang Ketua Penulis Netra Indonesia (M Nizar), dosen dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Prof. Bambang Yulianto, Prof. Kisyani Laksono, Prof Anas Ahmadi), Unesa dan dosen Psikologi (Siti Ina Savira, M.Ed.Cp.), Unesa. Kegiatan PkM tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penulis netra di seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, harapannya, penulis-penulis hebat juga lahir dari kalangan disabilitas.
Terakhir, menulis memang hak siapa saja. Untuk itu, tak peduli disabilitas atau tidak, mari kita menulis. Melalui menulislah ide-ide kita akan abadi. Karena itu, tak salah jika sahabat Ali mengonseptualisasikan, “ikatlah ilmu dengan menulisnya”.
Prof. Dr. Anas Ahmadi, M.Pd. adalah kooprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya dan anggota Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI). Tulisan ini disunting oleh Dr. Indayani, M.Pd., Prodi PBI, FISH, Universitas PGRI Adi Buana Surabaya dan pengurus PISHI.