Demokrat: Indonesia Sedang Tak Baik-baik Saja, Wanti-wanti Bahaya Utang Kereta Cepat

Salah satunya ekonom senior Faisal Basri. Faisal mengingatkan pemerintah berhati-hati soal utang yang menumpuk. Utang harus menimbang faktor rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (tax ratio) Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Apr 28, 2023 - 18:14
Demokrat: Indonesia Sedang Tak Baik-baik Saja, Wanti-wanti Bahaya Utang Kereta Cepat

NUSDADAILY.COM – JAKARTA – Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menegaskan, Indonesia kini tidak sedang baik-baik saja. Indonesia, lanjutnya, sedang menghadapi persoalan yang sulit mulai dari persoalan ekonomi, politik, kualitas demokrasi, penegakan hukum hingga lingkungan.

"Karenanya memperjuangkan perubahan dan perbaikan menjadi imperatif untuk diwujudkan," kata dia.

Kamhar menyebut, buku yang dibaca bakal calon presiden Anies Baswedan berjudul 'Principles for Navigating Big Debt Crises' sangat relevan dengan kondisi yang tengah dihadapi Indonesia kini.

Ia mengatakan kini Indonesia sedang dilanda utang yang dianggapnya terbesar sejak negara ini berdiri.

"Utang pemerintah per Maret 2023 tembus Rp7.879 triliun, jumlah utang terbesar sepanjang sejarah Indonesia berdiri," kata Kamhar, Jumat (28/4).

Kamhar mewanti-wanti pengelolaan fiskal yang tidak tepat dibarengi penumpukan utang bisa membawa Indonesia terjebak pada kondisi Fisher's Paradox atau 'gali lobang tutup lobang' untuk bayar utang.

Terlebih lagi, ia mengatakan terdapat kebijakan yang dipaksakan seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung justru membuat Indonesia masuk dalam jebakan utang.

"Berbagai kebijakan yang tidak tepat dan sangat dipaksakan seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mengakibatkan Indonesia telah masuk dalam jebakan utang atau debt trap," kata dia.

Di sisi lain, Kamhar mengatakan kebiasaan membaca mesti dimiliki seluruh pemimpin. Kebiasaan membaca ini, kata dia, menjadi ciri para pemimpin besar termasuk para pendiri bangsa. Ia mengklaim Anies memang memiliki kebiasaan membaca seperti Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Tujuannya, kata dia, agar pemimpin memiliki referensi, kapasitas dan pengetahuan yang memadai dalam mengambil keputusan.

"Serta bisa merumuskan dan menetapkan kebijakan. Tidak planga-plongo alias tidak tahu apa yang diputuskan," kata dia.

Anies sempat mengunggah momen dirinya membaca buku 'Principles for Navigating Big Debt Crisis' di sebuah pantai menjelang matahari terbenam.

Pada keterangan foto yang ia unggah di akun media sosialnya tersebut, Anies menulis, "Matahari yang terang itu, kini mulai meredup terbenam".

Buku Principles for Navigating Big Debt Crises karya Ray Dalio pertama kali terbit pada 2018 lalu. Buku ini diluncurkan sekaligus memperingati satu dekade krisis keuangan Amerika Serikat (AS) yang dipicu kejatuhan bank investasi Lehman Brothers pada 2008 silam

Soal utang negara ini juga sudah diwanti-wanti sejumlah ekonom. Salah satunya ekonom senior Faisal Basri.

Faisal mengingatkan pemerintah berhati-hati soal utang yang menumpuk. Utang harus menimbang faktor rasio perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (tax ratio) Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan tax ratio tercatat sebesar 10,37 persen pada 2016, lalu merosot ke level 9,89 persen di 2017. Kemudian, tax ratio naik tipis ke 10,24 persen pada 2018.

Pada 2019, tax ratio kembali turun ke posisi 9,76 persen dan merosot menjadi 8,33 persen pada 2020. Adapun pada 2021 kembali naik ke posisi 9,11 persen. Kemudian naik lagi menjadi 10,4 persen pada 2022.

Kenaikan pada 2021 dan 2022 itu seiring dengan kebijakan tax amnesty yang dilakukan pemerintah.

Faisal menyayangkan pemerintah yang malah fokus terhadap proyek besar seperti pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara hingga kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB), di tengah kondisi tax ratio yang tak stabil.

"Itu biayanya dari mana? Dari daun? Akhirnya utang," kata Faisal dalam Podcast What The Fact! Politics CNNIndonesia.com, Kamis (30/3).

Dia berkata utang pemerintah hari ini akan dibayar oleh pemerintah dan generasi mendatang lantaran ada perjanjian bayar selama 10 tahun, 20 tahun, hingga 40 tahun.

Dengan begitu, generasi yang akan datang pun terkena imbasnya untuk membayar. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah tidak boleh sembarang ambil utang.

"Makanya generasi sekarang harus mengingatkan. Utang itu bukan najis, tapi utang (sebaiknya) digunakan untuk kemaslahatan rakyat sekarang maupun yang akan datang," imbuh Faisal.

Ia pun mengingatkan sebaiknya pemerintah mengambil uang hanya untuk pembangunan Indonesia hijau hingga program beasiswa. Dengan begitu, hasilnya pun akan bisa dirasakan oleh generasi yang akan datang.

"Tapi kalau utang digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang, untuk Ibu Kota (Nusantara), ya gak meningkatkan kemampuan generasi yang akan datang itu," tegas Faisal.

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tembus US$404,9 miliar atau Rp6.228,57 triliun (kurs Rp15.383 per dolar AS) pada Januari 2023.(han)