Dari Tepian Kali Brantas, Ira dan Hanan Berjibaku Lestarikan Batik Malangan

Kampung ini yang dulunya dikenal sebagai kampung ‘slum’ akibat perilaku masyarakatnya, ternyata menyembunyikan buah karya apik yang sempat ditinggalkan.

Jan 1, 2023 - 18:03
Dari Tepian Kali Brantas, Ira dan Hanan Berjibaku Lestarikan Batik Malangan

NUSADAILY.COM – MALANG – Suatu siang, di Kampung Celaket, Kota Malang, langit tak begitu benderang sehingga terkesan lengang. Bau asap lilin yang dibakar tercium hingga kejauhan.

Kampung Celaket, adalah sebuah kampung tua di tengah Kota Malang, dibelah kali Brantas membentang mulai dari Toko Avia hingga perempatan Jalan Kaliurang.

Kampung ini yang dulunya dikenal sebagai kampung ‘slum’ akibat perilaku masyarakatnya, ternyata menyembunyikan buah karya apik yang sempat ditinggalkan.

Pada sebuah Lorong, tepatnya Celaket Gang 2, riuh celoteh para muda-mudi menorehkan malam ke kain, ditingkah aroma malam yang terbakar di atas tungku.

Malam adalah bahan yang digunakan pembatik untuk membentuk pola-pola dasar di atas kain sebelum diwarnai.

Lelehan malam itu menutupi guratan-guratan di atas kain mori yang nantinya menjadi sehelai kain batik.

Biasanya, motif-motif yang digubah dalam kain berbentuk ikon-ikon lanskap yang ada di Malang.

Sebut saja motif Tugu, Kali Brantas (Motif Cor), Bunga Teratai, Singo, Topeng, Bunga Puring dan beberapa motif yang diyakini pembatiknya pernah ia lihat di Celaket.

Maka tak heran jika Pemerintah Kota Malang pun telah mengklasifikasikan 7 motif utama Batik Malangan yakni, motif Tugu, Kali Brantas (Motif Cor), Bunga Teratai, Singo, Topeng, Bunga Puring dan Abstrak.

Di balik popularitas batik Malang yang kian berkembang, ada satu orang yang diyakini banyak pihak sebagai penjaga eksistensi salah satu budaya Malang ini.

Dia adalah A. Hanan Jalil dan istrinya Ira Hartanti. Sekitar dua puluh lima tahun lalu, ia menyadari bahwa budaya membatik di kampungnya semakin menghilang.

Ia mengatakan, jumlah pembatik sudah tiada lagi dibandingkan dengan masa kecilnya. Dulu, ia sering melihat neneknya dan beberapa warga di Kampung Celaket membatik untuk memasok produksi batik di Pasar Besar dan sekitarnya.

Ia berpikir, membatik bisa menjadi solusi bagi ibu-ibu yang tidak memiliki penghasilan tambahan bagi keluarganya.

Maka, dengan modal yang terbatas Ira pun bertekad untuk menghidupkan kembali budaya membatik di Kampung Celaket. Namun, Ira harus terlebih dahulu menghadapi keraguan keluarganya.

"Bahkan keluarga sendiri pun sempat meragukan, ngapain sih mau bikin batik? Gitu. Akhirnya saya bilang, ya nggak apa-apa. Memang harus dilestarikan," tegas Ira.

Tekad kuat Ira pun akhirnya meluluhkan kerisauan keluarganya. Tidak hanya itu, ia pun berhasil mengajak mereka untuk ikut pelatihan membatik di Laweyan Solo.

"Sebagai orang Celaket, saya pun ingin kembali menghidupkan batik yang dulu pernah ada di kampung saya ini. Akhirnya, di tahun 1996, saya beserta keluarga besar saya, generasi di bawah saya, keponakan-keponakan saya itu belajar lagi membatik,” katanya.

Pasangan suami istri Hanan yang berbasis Wartawan dan Ira sebagai tenaga pemasaran menyadari bahwa memasarkan sebuah produksi apalagi tergolong baru tidaklah mudah.

"Kalau batik dari Solo, Jogja, itu punya pakem-pakem tersendiri, ya. Nah, sementara di Malang ini nggak. Saya lebih membuat motif-motif baru dari apa yang saya lihat dan dengar disekitar rumah tinggal," jelas Ira.

kerja keras Ira dan Hanan yang juga menjadi motor ibu-ibu di kampunya untuk membatik belum memperlihatkan hasil. Pada tahun-tahun pertama, keberadaan Batik Celaket bahkan belum banyak dikenal.

"Di tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga, itu saya ya udah kita hanya menghasilkan, menghasilkan, tanpa tahu ini mau ke mana, gitu. Pada saat itu, ya ibu-ibu yang datang ya mereka hanya membuat aja, kita sampaikan (bahwa) kita belum bisa menjual, jadi ya yang dibuat ya dibuat saja, gitu," kenang Ira.

Bahkan karena tiadanya modal, pada tahun 2000-an, usaha Ira bangkrut karena tak laku. Namun Ira tak patah semangat, pada tahun 2003 Ira berusaha bangkit setelah berhasil mengumpulkan modal dari gaji suaminya.

Gayung bersambut. Keadaan mulai berubah di tahun 2006. Batik buatan Ira dan ibu-ibu pebatik Celaket mengikuti sebuah pameran di Pemkot Malang. Dalam pameran tersebut, ia bertemu dengan Ketua Tim Penggerak PKK, Ibu Heri Utami istri Walikota Malang Peni Suparto.

"Alhamdulillah jalan terbuka ketika saya bertemu dengan Ibu Peni dan diperkenalkan kepada banyak PNS Pemkot. Dari situlah kemudian batik dikenal, malah Alhamdulillah-nya dikenalnya itu justru malah mulai dari tingkat atas dulu, baru ke bawah," kenang Ira.

Seiring dengan tenarnya Batik Tulis Celaket, Ira pun menambah variasi produknya. Mulanya, Ira hanya memproduksi batik tulis. Lalu, atas permintaan Pegawai Pemkot, Ira juga mulai memproduksi batik cap. Tak hanya itu, kini Batik Celaket juga memproduksi batik dalam bentuk pakaian laki-laki dan perempuan.

Bagi Ira, membatik layaknya bercerita. Lewat motif-motif Batik yang ia buat, Ira ingin menyampaikan pada banyak orang mengenai Celaket dan Malang, dan khususnya budaya adiluhung pendahulu Malang.

"Saya ingin bercerita dari batik. Dulu Celaket ini juga kampung, gitu. Ketika saya membuat batik, saya itu mungkin dari motif-motif itu, ini lho Malang tempo dulu, ini lho Celaket dengan berbagai jenis floranya, dengan berbagai jenis faunanya. Ini lho Malang jaman dulu, ibu-ibunya di sini juga membatik juga seperti halnya dengan ibu-ibu di tempat lain," terangnya.

Salah satu motif batik buatan Ira yang paling ia suka adalah Topeng. Motif Topeng bercerita tentang bagaimana Panji Pulangjiwo dan Panji Asmoro Bangun berkelana memperkenalkan budaya jawa, katanya.

"Ini batik tulis dengan motif Tugu Malang di tengahnya ada bunga teratai dengan beragam warna yang tak jauh beda dengan homogennya warga Kota Malang,” Imbuh Ira.

Batik Tulis Celaket adalah wujud kebanggan Ira terhadap budaya kampungnya. Ia tak ingin budayanya yang kaya dan beragam tertutup oleh stereotip masyarakat terhadap kebiasaan segelintir orang di wilayahnya.

"Katanya kan, mohon maaf ya, orang Celaket itu katanya malas, orang Celaket itu katanya hobinya nongkrong sambil kubam (mabuk bahasa malangan red.). Saya ingin bercerita, nggak juga, gitu lho. Saya ingin bercerita, ini lho orang Celaket juga punya karya. Ini lho batik Celaket yang khas Malang dan dibuat orang Malang asli," kata Ira.

Tekad Ira untuk mempertahankan budaya kampung Celaket layaknya motif Bunga Puring, Bunga Teratai, Tugu dan Singo. Baginya, seiring dengan majunya peradaban Kota Malang, eksistensi budaya ‘arek-arek Kampung Celaket’ tak boleh sirna.

"Orang Malang silahkan maju, Kota Malang silakan berkembang, silakan bertumbuh. Tapi, kami warga Kampung Celaket, yang hidup dibelah kali Brantas juga harus tetap eksis," pungkas Ira Hartanti.(Febri Setiyawan)