Danantara Oh Dantara, Mampukah Menjelma Jadi Raksasa seperti Temasek?
Prabowo mengatakan Danantara dibentuk untuk optimalisasi pengelolaan BUMN. Saat menghadiri World Government Summit di Dubai beberapa waktu lalu, Prabowo menerangkan laba dari pengelolaan aset tersebut akan diputar untuk ditempatkan pada berbagai proyek berkelanjutan guna mendukung ketahanan pangan, energi, hingga industri.

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto bakal mewujudkan ambisinya membentuk raksasa pengelola investasi negara dengan meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari mendatang.
Tak tanggung-tanggung, dana investasi awal Danantara sebesar US$20 miliar atau Rp325 triliun (kurs Rp16.260 per dolar AS). Dana tersebut diambil dari sisa efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Sisanya, berarti kita akan punya US$20 miliar (Rp325 triliun, kurs Rp16.260 per dolar AS). Dan ini tidak akan kita pakai. Ini akan kita serahkan ke Danantara untuk diinvestasikan," kata Prabowo dalam Pidato Puncak HUT ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2).
Prabowo mengatakan Danantara dibentuk untuk optimalisasi pengelolaan BUMN. Saat menghadiri World Government Summit di Dubai beberapa waktu lalu, Prabowo menerangkan laba dari pengelolaan aset tersebut akan diputar untuk ditempatkan pada berbagai proyek berkelanjutan guna mendukung ketahanan pangan, energi, hingga industri.
"Danantara ini, akan menginvestasikan sumber daya alam dan aset negara kita ke dalam proyek-proyek yang berkelanjutan dan berdampak tinggi di berbagai sektor seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, industri hilir, produksi pangan, dan lain-lain," kata Prabowo.
Pembentukan Danantara tak lepas dari keinginan pemerintah mendirikan satu super holding perusahaan raksasa yang bisa menyaingi kebesaran Temasek di Singapura.
Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah yang mengaku sebagai salah satu inisiator Danantara mengungkapkan pembentukan badan ini untuk menarik investor asing ke dalam negeri.
Karenanya, saat ia menjadi Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, mereka merancang Danantara. Lembaga ini akan difokuskan untuk membantu meningkatkan investasi dalam negeri melalui berbagai perusahaan negara.
"Karena itulah dipikirkan bagaimana kita mencoba mengonsolidasikan apa yang kita punya. Kita konsolidasikan, kita leverage dan kita punya BUMN kita yang cukup besar, karena itulah, maka kemudian dipikirkan bagaimana cara untuk mengkonsolidasikan BUMN ini," terangnya.
Sejauh ini adalah 7 BUMN raksasa bakal beralih ke Danantara. Mereka adalah PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan MIND ID.
Danantara juga akan menggandeng Investment Authority (INA). Nantinya, sovereign wealth fund (SWF) yang lebih dulu eksis itu akan dilebur ke dalam badan baru pengelola investasi.
Lantas tepatkah Prabowo menyuntik Danantara dana jumbo?
Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman mengatakan penyerahan dana sebesar Rp325 triliun kepada lembaga baru seperti Danantara adalah langkah pemerintah yang sangat berani dan berisiko tinggi.
Menurutnya, mempercayakan dana publik atau negara ke lembaga yang belum berpengalaman dan pengawasan yang belum memadai, dapat membuka peluang besar bagi penyalahgunaan, ketidaktransparanan, atau bahkan bisa membuka peluang besar korupsi.
Rizal mengatakan pemerintah seharusnya mengutamakan prinsip good governance dan memastikan adanya akuntabilitas penuh dalam pengelolaan dana sebesar Rp325 triliun.
"Keputusan ini, jika tidak berjalan sesuai yang diharapkan maka akan merusak kepercayaan publik dan investor. Langkah yang lebih bijak adalah menunggu sampai Danantara memiliki landasan hukum, pengawasan ketat, tata kelola dan transparansi yang jelas sebelum dana dialihkan," katanya, mengutip CNNIndonesia.com, Rabu (19/2).
Ia mengatakan potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana di Danantara sangat tinggi, terutama jika direksi kebal dari pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiadaan pengawasan bisa menjadi celah besar yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan penyalahgunaan dana.
Langkah pertama untuk mencegah penyimpangan dalam pengelolaan dana di Danantara adalah memastikan badan itu diaudit oleh lembaga independen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta tunduk pada pengawasan ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, mekanisme transparansi publik harus diterapkan dengan laporan keuangan yang terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat.
"KPK juga seyogyanya diberi akses penuh untuk mengawasi aktivitas keuangan di Danantara, meskipun para direksinya bukan penyelenggara negara," kata Rizal.
Lebih lanjut, Rizal mengatakan Danantara sebenarnya berpeluang menjadi sebesar Temasek. Namun Danantara menghadapi tantangan besar yang tidak dapat diabaikan.
Rizal menegaskan Temasek memiliki rekam jejak panjang dalam pengelolaan investasi global dan tata kelola perusahaan yang sangat baik.
BUMN Singapura itu telah membangun reputasi dan kepercayaan publik dan investor selama puluhan tahun melalui transparansi penuh dan pengawasan ketat.
"Danantara nampaknya dirasa sebaliknya, yakni lembaga baru yang masih belum memiliki sistem tata kelola dan transparansi pengelolaan keuangan yang teruji. Tanpa pengalaman dan pengawasan yang tepat, tata kelola organisasi dan keuangan secara profesional, maka akan sangat sulit bagi Danantara untuk meraih posisi seperti Temasek," katanya.
Kepercayaan investor, sambungnya, adalah kunci bagi keberhasilan lembaga pengelola dana. Danantara hanya bisa meraih kepercayaan dengan menunjukkan kinerja yang konsisten dan transparan dalam pengelolaan dana. Selain itu, profesionalisme dan pengawasan publik juga harus menjadi prioritas utama.
"Jika Danantara gagal membangun landasan yang kokoh seperti Temasek, lembaga ini berisiko menjadi proyek gagal atau bahkan sarang penyimpangan baru," katanya.
Senada, Peneliti Next Policy Shofie Azzahrah mengatakan penyerahan dana sebesar Rp325 triliun kepada Danantara bukanlah langkah yang tepat.
Apalagi dana tersebut berasal dari APBN yang terkena pemangkasann di mana efisiensi anggaran ini telah mengurangi alokasi bagi layanan publik dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi tenaga pemerintah non-PNS.
Dari sisi kelembagaan, sambungnya, Danantara memang memiliki potensi untuk menghasilkan return yang signifikan. Namun, mengingat rekam jejak pengelolaan investasi oleh perusahaan di bawah pemerintah, seperti kasus Jiwasraya dan Asabri yang berujung pada korupsi besar-besaran, maka muncul kekhawatiran mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana dalam jumlah yang begitu besar.
"Oleh karena itu, tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dan sistem tata kelola yang kuat, kebijakan berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan dan ketidakefisienan," katanya.
Shofie mengatakan salah satu kekhawatiran utama dalam pengelolaan dana di Danantara adalah terbatasnya pengawasan oleh lembaga audit independen. Tidak hanya kebal dari pengawasan KPK, direksi Danantara katanya juga memiliki batasan dalam pemeriksaan oleh BPK.
Ia mengatakan BPK memang diberikan mandat untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Danantara, tetapi pemeriksaan dengan tujuan tertentu hanya dapat dilakukan atas permintaan alat kelengkapan DPR yang membidangi BUMN. Klausul tersebut perlu diperjelas agar BPK dan KPK dapat melakukan pemeriksaan secara independen dan menyeluruh.
Lebih lanjut, ia mengatakan keberhasilan Danantara untuk mencapai skala dan reputasi seperti Temasek sangat bergantung pada penerapan tata kelola yang baik, profesionalisme dalam investasi, serta kemampuan menarik dan mengelola dana secara efektif.
Selain itu, regulasi yang jelas dan stabil, serta komitmen pemerintah dalam menjaga independensi dan integritas Danantara akan menjadi faktor utama dalam mewujudkan visi tersebut.
Jika aspek-aspek tersebut belum dapat dijalankan dengan baik, Shofie mengingatkan ada risiko besar Danantara tidak akan berkembang seperti Temasek, melainkan justru mengalami permasalahan serupa dengan Jiwasraya atau Asabri.
"Oleh karena itu, sebelum Danantara dapat menjadi institusi investasi yang kredibel dan berdaya saing global, pemerintah harus memastikan adanya sistem pengawasan dan manajemen risiko yang ketat," katanya.(cnn/han)