Cemaran Etilen Glikol di Obat Sirup Diduga Sebabkan Gagal Ginjal Akut, Lalu Tanggung Jawab Siapa?

Ratusan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia pada anak-anak kini diduga dipicu oleh cemaran etilen glikol pada produk obat sirup. Lantas jika benar terbukti demikian, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab?

Nov 26, 2022 - 17:16

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Ratusan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia pada anak-anak kini diduga dipicu oleh cemaran etilen glikol pada produk obat sirup. Lantas jika benar terbukti demikian, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI kemudian melakukan pengecekan pada produk-produk obat cair yang beredar di pasaran. Pada Minggu (23/10/2022), BPOM RI melaporkan 3 produk obat cair dengan cemaran etilen glikol melebihi ambang batas. Tiga produk tersebut adalah Unibebi Cough Syrup (Universal Pharmaceutical Industries), Unibebi Demam Drop (Universal Pharmaceutical Industries), dan Unibebi Demam Syrup (Universal Pharmaceutical Industries).

BPOM RI juga menyebut terdapat 2 perusahaan farmasi yang bakal ditindak pidana gegara cemaran etilen glikol melebihi ambang batas. Diketahui, kandungan etilen glikol di dalam produknya tak hanya sebagai konsentrasi kontaminan melainkan juga digunakan sebagai pelarut obat cair. Hal itulah yang diduga mengakibatkan gagal ginjal akut.

BACA JUGA: Kemenkes Buka Suara soal 2 Industri Farmasi Dipidana Gegara Etilen Glikol

Kepala BPOM RI Penny K Lukito menegaskan, diperlukan keterlibatan beberapa pihak terkait dugaan etilen glikol memicu gangguan ginjal akut ini. Di antaranya yakni pihak perusahaan farmasi, yang kini diminta melakukan pengecekan secara mandiri. Kemudian, hasil pengecekannya dilaporkan kepada pihak BPOM.

"Ada kebijakan pemerintah sampai dengan saat ini tidak menggunakan dulu obat yang menggunakan pelarut. Sampai sistemnya tertata dengan baik, plus dengan pengujian yang dilakukan BPOM selesai. Itu akan memakan waktu juga karena banyak. Termasuk juga kami meminta industri farmasi yang menggunakan pelarut tersebut untuk masing-masing mereka," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor BPOM RI, Kamis (27/10/2022).

"Itu memang kewajiban mereka sebetulnya, untuk produk-produk yang menggunakan pelarut tapi di luar 102 obat yang diserahkan oleh Kementerian Kesehatan karena itu yang digunakan oleh pasien. Untuk industri yang menggunakan pelarut tersebut untuk segera melakukan sendiri. Kalau nggak, kami akan melakukan. Tapi untuk percepatan, juga industri farmasinya melakukan sendiri pemeriksaan dan menyerahkan pada BPOM," imbuhnya.

Selebihnya, jika perusahaan farmasi ditemukan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, BPOM bakal melakukan proses sanksi dengan langkah kehati-hatian.

Lebih lanjut Penny menjelaskan, mendapatkan data terkait obat-obat dengan risiko cemaran etilen glikol adalah hal yang sulit. Maka dari itu, diperlukan waktu lama untuk pihaknya akhirnya bisa mengeluarkan data nama produk obat yang aman dari cemaran etilen glikol.

"Dalam peristiwa ini, kami hanya menerima 3 laporan sampai dengan 25 Oktober. Ini pada saat kami merespons peristiwa informasi pada 5 Oktober tersebut, pada saat kami bergerak, susah sekali untuk mendapatkan data sehingga kami bisa melakukan penelusuran," jelasnya.

"Butuh waktu agak lama sampai akhirnya kami melakukan sendiri kriteria sampling ya yang meluas waktu itu. Akhirnya keluar 133 itu yang aman. Kami melakukan pengujian juga di awal. Nah kalau datanya lengkap, sangat lebih cepat kita bisa menentukan apakah ada obat yang sebagai penyebab dari kematian tersebut," pungkas Penny.

BACA JUGA: Bio Farma Siapkan Vaksin IndoVac untuk Anak Usia 12-17 Tahun pada Akhir Tahun

Data terbaru hari ini, Kamis (27/10), BPOM RI melaporkan tambahan 65 produk obat yang dinyatakan aman digunakan sehingga kini totalnya menjadi 198.
Daftar lengkap 198 obat sirup yang aman digunakan dapat dilihat DI SINI.
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6375760/lengkap-daftar-198-obat-sirup-yang-aman-menurut-bpom-bebas-cemaran-eg-deg

Sementara kasus gangguan ginjal akut misterius di Indonesia kini ada total sebanyak 269 kasus, mengacu pada laporan terakhir Kemenkes RI pada Kamis (27/10). Dari total kasus tersebut, 157 pasien meninggal dunia.(eky)