Capstone, Pembelajaran Eksperensial dan Pengembangan Keterampilan Dunia Kerja

Oleh: Dr. Siti Asmiyah, M.TESOL

Aug 3, 2024 - 10:04
Capstone, Pembelajaran Eksperensial dan Pengembangan Keterampilan Dunia Kerja

Capstone merupakan salah satu skema tugas akhir dalam bentuk proyek. Dalam bahasa yang sederhana, capstone merupakan tugas akhir setara skripsi yang dilakukan secara terstruktur. Tujuannya adalah untuk mengukur capaian pembelajaran mahasiswa dalam bentuk proyek melalui pembelajaran eksperensial. Tugas akhir berbentuk proyek memang belum banyak dilakukan, namun jika dilakukan dapat membantu mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu. Artikel ini akan menjelaskan tentang bagaimana penerapan capstone, mengapa penting dilakukan, dan peraturan apa yang menjadi dasar acuannya.

Secara umum sebenarnya capstone ini mirip dengan skripsi. Mahasiswa tetap harus menuliskan latar belakang, kajian teori, dan metodologi. Perbedaan terletak pada sifat dari topik yang diangkat. Sebagai bentuk pembelajaran berbasis proyek, topik pada capstone bersifat lebih terbuka. Topik-topik pada capstone diangkat dari permasalahan riil yang ada di masyarakat atau dunia industri. Mahasiswa menawarkan solusi terhadap permasalahan riil yang ditemukan melalui pengembangan proyek atau produk tertentu.  Melalui skema ini, mahasiswa memperoleh pengalaman bekerja dalam tim dan menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh selama masa perkuliahan. Melalui pengerjaan proyek sebagai bentuk tugas akhir, mahasiswa sekaligus akan belajar melalui pengalaman atau pembelajaran ekperensial.

 

Pembelajaran eksperensial adalah belajar dengan melakukan. Pembelajaran ekperensial didasarkan pada teori belajar konstruktivistik. Dengan model pembelajaran ini, mahasiswa secara aktif dan mandiri melakukan proses inkuiri atau pencarian informasi, refleksi, analisis dan sintesis (Bartle, 2015). Kolb (1984) menyatakan bahwa pembelajaran ekperensial merupaka proses pemerolehan pengetahuan dan keterampilan melalui tranformasi pengalaman.  Dengan model ini, mahasiswa akan belajar secara aktif dari dunia nyata, berlatih menghubungkan teori dan praktik langsung lapangan. Dengan demikian, mahasiswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi efektif dalam meningkatkan keterampilan kerja dan keterampilan hidup.

 

Melalui, pembelajaran eksperensial, mahasiswa akan belajar melalui empat moda: (1) pengalaman nyata, (2) observasi dan refleksi, (3) konseptualisasi, dan (4) eksperimentasi aktif. Dalam capstone, pembelajaran ekperensial ini dilakukan dengan mengindentifikasi masalah yang ada di masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri. Mahasiswa kemudian merefleksi masalah yang ditemukan dari hasil observasi sebagai dasar pembuatan rancangan untuk mendapatkan solusi. Hasil rancangan ini kemudian diujicoba untuk diimplementasikan. Ujicoba dilakukan untuk mengukur apakah hasil rancangan sesuai dengan spesifikasi dan benar-benar dapat menjadi solusi yang tepat. Keseluruhan proses ini kemudian dibuat laporan akademik sehingga dapat memenuhi unsur tulisan akademik sebagai tugas akhir.

 

Melalui serangkaian prosedur di atas, mahasiswa belajar untuk mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan secara nyata dilapangan. Dengan memahami permasalahan yang ada di masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri, mahasiswa akan memahami kebutuhan dunia kerja. Dengan pemahaman ini, mahasiswa kemudian belajar mengaktifasi pengetahuan yang telah diterima di bangku kuliah. Mereka berlatih menghubungkan konsep-konsep terkait disiplin ilmunya dan menemukan bagian mana dari konsep tersebut yang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat. Perancangan produk merupakan transformasi dari konsep ke dalam aktualisasi produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan kemampuan untuk menganalisis kebutuhan, mengevaluasi konsep dan mengkonstruksi produk, mahasiswa memiliki pengalaman praktis dari aplikasi ilmunya di dunia kerja. Dengan demikian, tugas akhir dalam bentuk capstone ini secara langsung menyiapkan mahasiswa untuk siap terjun dan bersaing di dunia kerja.

 

Artikel ini diinspirasi dari hasil diskusi bersama kolega terkait isi Permendikbud No. 53 tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi. Permendikbud ini menarik karena dikaitkan dengan tuntutan pemenuhan standar minimal kelulusan tepat waktu. Tuntutan tersebut sebagai syarat lolos dari pemantauan dan evaluasi peringkat akreditasi program studi. Apabila hasil penilaian melalui IPEPA (Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Peringkat Akreditasi) baik, program studi yang telah terakreditasi unggul akan tetap aman. Salah satu yang menjadi bagian pemantauan adalah Kelulusan Tepat Waktu (KTW) sebesar minimal 40%.  

Hal yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana dapat membantu mahasiswa agar menyelesaikan studinya secara tepat waktu. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa sebagian besar kendala yang dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan studinya ada terletak pada penyelesaian tugas akhir. Selama ini, tugas akhir yang lazim dikerjakan untuk jenjang sarjana adalah skripsi. Bahkan ada beberapa mahasiswa yang saat perkuliahan termasuk dalam kategori cerdas dan berprestasi justru terkendala dalam penyelesaian skripsinya. Hal inilah yang menjadi fokus diskusi tentang Permendikbud No. 53 tahun 2023 menjadi menarik.

Pasal 18 ayat 9 peraturan menteri tersebut membuka peluang bagi mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhir dengan bentuk selain skripsi. Ayat 9 (a) mengisyaratkan bahwa tugas akhir dapat berbentuk skripsi, prototype, proyek atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok. Ayat ini jelas memberikan pilihan dan ruang yang lebih luas bagi mahasiswa untuk memilih bentuk tugas akhir. Variasi bentuk tugas akhir ini tentu dapat mengakomodir keragaman potensi mahasiswa. Mahasiswa yang termasuk tipe pemikir menganggap skripsi lebih menarik karena lebih banyak mendayagunakan analisis dan evaluasi konsep untuk pengembangan keilmuan. Akan tetapi, mahasiswa yang menyukai kegiatan lapangan dan lebih mudah belajar melalui praktik langsung. Karena itu, tugas akhir bentuk prototipe atau proyek (capstone) menjadi pilihan yang mungkin lebih tepat. (****) 

Penulis adalah Dosen Pendidikan Bahasa Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya dan Pengurus PISHI

Disunting oleh Dr. Umi Salamah, M.Pd, Dosen PPG Universitas Insan Budi Utomo Malang, Pengurus PISHI