Belajar Toleransi dari Kaki Gunung Merbabu

Ucapan selamat datang dari umat Islam, Kristen, dan Katolik. Bahkan, beberapa warga yang saling berpelukan, tampak meneteskan air mata haru bahagia.

NUSADAILY.COM – SEMARANG – Linang air mata haru mengalir dan tak dapat dibendung menetes dari pelupuk mata para umat Buddha saat merayakan Hari Raya Waisak.

Bagaimana tak haru, selepas menjalankan ibadah peringatan Hari Raya Waisak di Vihara Buddha Bhumika Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, umat Buddha mendapat ucapan selamat dari seluruh warga.

Umat Buddha yang mengenakan baju putih berjajar di pinggir jalan, bersalaman dengan seluruh warga di lereng Gunung Merbabu tersebut.

Ucapan selamat datang dari umat Islam, Kristen, dan Katolik. Bahkan, beberapa warga yang saling berpelukan, tampak meneteskan air mata haru bahagia.

Pengurus Vihara Buddha Bhumika, Tugimin Hadiyanto mengucapkan terima kasih kepada seluruh warga yang menjunjung tinggi toleransi.

"Terima kasih kepada warga Muslim dan Nasrani yang tetap menjaga kebersamaan dan kerukunan di Thekelan," ujarnya, Minggu (4/6/2023).

Menurutnya, tradisi saling memberi selamat saat perayaan hari besar keagamaan telah dilakukan turun temurun. "Ini adalah wujud toleransi antar umat beragama di Thekelan, toleransi ini akan terus kami jaga dan wariskan," ujar Tugimin.

Tradisi memberi ucapan selamat ini tak hanya dilakukan saat Waisak, tapi juga saat Natal dan Idulfitri.

"Semua warga saling mengucapkan, semua turut berbahagia karena ada saudara yang merayakan hari besarnya," paparnya.

Menurut Tugimin, tradisi ini berjalan spontan tanpa ada yang memberi komando. "Warga sudah tahu waktunya, jadi setiap hari besar keagamaan, semua langsung berbaris di pinggir jalan kampung, terus memberi ucapan selamat kepada yang merayakan," ungkapnya.

Tugimin mengatakan tradisi ini sudah berlangsung lama dan turun-temurun. Namun sejak era media sosial, wujud toleransi warga Thekelan ini mulai tersebar ke berbagai kalangan.

"Waktu belum ada media sosial tradisi ini sudah dilaksanakan oleh warga, walaupun dilakukan dari rumah ke rumah, " jelasnya.

"Memang ada yang menangis, itu adalah ucapan tulus dari hati, perasaan turut berbahagia. Bahkan kalau tidak bisa datang saat ini, nanti akan datang ke rumah untuk mengucapkan selamat," ungkap Tugimin.

Sementara Kepala Dusun Thekelan, Supriyo merasa bersyukur memiliki warga antar umat beragama yang saling menghormati.

"Ini kami lakukan berdasarkan toleransi, kebersamaan dan cinta kasih, jami cinta terhadap seluruh warga dan cinta negara ini, " katanya.(sir)