Beberapa Pasal Perppu Cipta Kerja yang Dinilai Berdampak Buruk Terhadap Lingkungan

Pasal-pasal tersebut sebelumnya juga dimuat dalam UU Nomor 11/2020 tentang Cipa Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2021 lalu.

Jan 7, 2023 - 23:42
Beberapa Pasal Perppu Cipta Kerja yang Dinilai Berdampak Buruk Terhadap Lingkungan
Ilustrasi. Salah satu kegiatan tambang emas di Indonesia. (AP/M Taufan)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Greenpeace Indonesia mengungkapkan sejumlah pasal dalam Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang berpotensi memperburuk kondisi lingkungan.

Pasal-pasal tersebut sebelumnya juga dimuat dalam UU Nomor 11/2020 tentang Cipa Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2021 lalu.

"Pemerintah mencantumkan perubahan iklim sebagai salah satu dalih penerbitan Perppu Ciptaker. Namun, Perppu ini justru mempertahankan pasal pasal yang berbahaya bagi lingkungan hidup dan berpotensi memperburuk kirisis iklim," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia M Iqbal Damanik, Kamis (5/1).

Berikut daftar pasal Perppu Ciptaker yang dalam catatan Greenpace bisa menambah risiko memperburuk lingkungan:

YLBHI Endus Kepentingan Oligarki Tambang di Perppu Cipta Kerja

1. Ketentuan pinjam pakai hutan untuk pertambangan

Iqbal menjelaskan dalam UU Kehutanan, pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan oleh menteri untuk pertambangan harus mendapatkan persetujuan DPR.

Namun, dalam UU dan Perppu Cipta kerja, kewenangan pemberian izin berubah, dari menteri menjadi pemerintah pusat. Syarat adanya persetujuan DPR pun dihapus.

"Penggunaan Kawasan Hutan dilakukan melalui pinjam pakai oleh Pemerintah Pusat dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan," bunyi Pasal 38 Ayat 3.

Iqbal menyebut Greenpeace khawatir ketentuan ini akan menutup akses publik terhadap informasi pemberian perizinan.

2. Pemangkasan hak masyarakat dalam penyusunan Amdal

UU dan Perpu Cipta Kerja menyebutkan penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) melibatkan masyarakat yang terdampak langsung sebagaimana tertuang dalam Pasal 25.

Padalah dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, selain masyarakat yang terdampak, pemerhati lingkungan dan masyarakat lain yang terpengaruh atas segala keputusan amdal juga dilibatkan.

"Ketentuan tentang pemberian informasi yang transparan dan lengkap, serta hak masyarakat untuk mengajukan keberatan atas dokumen amdal juga dihapus dalam UU dan Perpu Cipta Kerja," ujar Iqbal.

3. Pelemahan terminologi Amdal

Menurut UU dan Perpu Cipta Kerja, dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan/atau kegiatan.

"Ketentuan ini memangkas terminologi amdal sebagai dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan," sebutnya.

4. Potensi kriminalisasi masyarakat penolak tambang

Pasal 162 Perppu Cipta Kerja memuat ketentuan bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah memenuhi syarat, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.

"Ini berpotensi menjadi pasal karet yang digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat atau aktivis yang menolak kegiatan pertambangan," tutur Iqbal.

5. Pemutihan pelanggaran izin berusaha di kawasan hutan

UU maupun Perpu Cipta Kerja tak memberikan sanksi pidana bagi pelaku usaha di kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan, yang telah beroperasi sejak sebelum aturan ini berlaku.

Merujuk Perpu, mereka diberi waktu untuk menyelesaikan persyaratan administrasi paling lambat 2 November 2023. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 110A dan 110B.

6. Royalti 0 persen bagi perusahaan yang meningkatkan nilai tambah batu bara

Pasal 128A Perppu ini mempertahankan ketentuan UU Cipta Kerja tentang perlakuan tertentu untuk perusahaan yang melakukan pengembangan dan/atau pemanfaatan batu bara, yakni royalti 0 persen.

Ketentuan itu dinilai demi menguntungkan pelaku tambang batu bara yang melakukan hilirisasi.

"Subsidi bagi oligarki?" sindirnya bernada tanya.

7. Dihapusnya kecukupan luas kawasan hutan minimal 30 persen

Iqbal menjelaskan UU kehutanan sebelumnya mengatur ketentuan bagi pemerintah untuk menetapkan dan mempertahankan minimal 30 persen luas kawasan hutan dari luas setiap daerah aliran sungai (DAS) dan/atau pulau.

Namun, angka minimal 30 persen itu dihapus baik dalam UU maupun Perppu Cipta Kerja.

Perppu Ciptaker diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di akhir 2022 lalu sehingga membuat UU Ciptaker yang diputuskan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat pada 2021 silam tak berlaku. Sebelumnya, di dalam putusan MK menyatakan UU Ciptaker harus diperbaiki pembuat undang-undang selama dua tahun, jika tak dilakukan akan dinyatakan inkonstitusional sepenuhnya.

(roi)