Beban Berat Ekonomi Milenial Ditekan dengan Biaya Hidup

Kondisi ekonomi Indonesia maupun global saat ini tengah dilanda ketidakpastian. Sinyal resesi ekonomi bahkan telah didengungkan oleh sejumlah lembaga internasional, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.

Nov 26, 2022 - 16:59

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Kondisi ekonomi Indonesia maupun global saat ini tengah dilanda ketidakpastian. Sinyal resesi ekonomi bahkan telah didengungkan oleh sejumlah lembaga internasional, termasuk Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.

Ancaman inflasi pun tak bisa dihindarkan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada September 2022, inflasi Indonesia tercatat menembus 5,9 persen.

Lantas bagaimana generasi milenial memandang kondisi ekonomi saat ini?

Naely, salah satu warga Jakarta mengaku merasa terbebani dengan kondisi ekonomi saat ini. Beban biaya paling terasa berat adalah untuk makan, apalagi ia sering memesan makanan melalui layanan food-delivery.

"Ongkos kirim (makanan) yang biasanya cuma Rp4 ribu sekarang menjadi Rp7 ribu," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/10).

Tak hanya biaya untuk makan, Naely juga merasa terbebani dengan ongkos transportasi yang semakin mahal dengan adanya kenaikan harga BBM.

BACA JUGA : Ini Lo 10 Negara dengan Biaya Hidup Termurah dan Universitas Terbaiknya

Ongkos menggunakan angkutan kota (angkot) yang biasanya Rp4.000 kini naik menjadi Rp5.000 untuk sekali perjalanan. Sementara biaya ojek online naik dari Rp14 ribu ke Rp15 ribu.

Melihat biaya hidup yang semakin mahal, Naely merasa upah pekerja perlu dinaikkan, apalagi ongkos menuju kantor semakin mahal.

"Sebaiknya naik sekitar 30 sampai 40 persen buat menutupi biaya ke kantor karena sekarang ongkosnya sudah naik," ujar Naely.

Saat ditanya mengenai ancaman resesi yang tengah gencar didengungkan sejumlah lembaga internasional, ia mengaku tak mengetahui. Ia hanya tahu mengenai kondisi inflasi secara terbatas.

"Tahunya cuma inflasi, di situ harga-harga barang naik," ujarnya.

Senada, Canela, warga Medan, juga mengaku terbebani dengan kenaikan harga barang saat ini. Biaya yang paling terasa berat baginya adalah makanan dan BBM. Maka dari itu, ia merasa upah karyawan perlu dinaikkan.

"Sebenarnya perlu (gaji naik) karena buat para karyawan mungkin keadaan ekonomi pada saat ini membuat beberapa kebutuhan yang diperlukan baik dalam hal pekerjaan atau kehidupan sehari-hari ternyata sudah enggak bisa menyeimbangkan lagi dari gaji yang diterima saat ini," ujarnya.

Canela mengatakan dirinya tidak terlalu mengetahui ancaman resesi dan inflasi yang menghantui dunia.

BACA JUGA : Industri Otomotif China Tumbuh Pesat Guna Stabilkan Ekonomi dan Tingkatkan Konsumsi

"Tapi lumayan mengikuti kabarnya dari beberapa sosial media kayak Twitter dan Tiktok," ujarnya.

Ada juga, Nia, yang merasa terbebani dengan kenaikan biaya hidup, terutama untuk makan dan transportasi menggunakan ojek online.

"Sekarang biaya barang pokok saja melonjak, cabai, beras, bawang, dan lain-lain. Itu yang bikin harga menu di warung makan jadi ikut merangkak naik dari sebelumnya," ujarnya.

Ia mencontohkan nasi rumah makan Padang yang biasanya dibanderol Rp16 ribu sekarang naik menjadi Rp20 ribu per bungkus. Sementara tarif ojek online sekarang naik ke Rp15 ribu untuk jarak terdekat.

Nia mengatakan sebenarnya ia bisa menggunakan transportasi online yang biayanya lebih murah, tetapi untuk kondisi tertentu seperti mengejar waktu, ia harus menggunakan ojek online.

Maka dari itu, ia mengatakan gaji para pekerja perlu dinaikkan seiring merangkaknya harga-harga barang.

"Perlu sekali (gaji naik) karena banyak hal-hal yang naik. Jadi enggak seimbang kalau biaya hidup naik tapi gaji enggak ikut naik," ujarnya.

Ia juga mengetahui ancaman resesi dan inflasi yang melanda dunia. Ia mengatakan resesi dan inflasi terjadi ketika harga barang meningkat terus menerus.

"Kenaikan satu hal bisa merembet ke hal-hal lain. Dengan kata lain, biaya hidup suatu negara naik," ujarnya.(lal)