Badai PHK Terjadi di Kalangan Startup, Ekonom: Mulai Tuntut Keuntungan

"Sebagian besar PHK itu terjadi di startup, jadi alasan lainnya adalah rasionalisasi bisnis mereka. Perusahaan-perusahaan ini mulai capek menggelembungkan bubble, tadinya kan mereka terus bakar uang untuk menaikkan kapitalisasi mereka, sekarang investor mereka mulai menuntut dapat untung. Masa empat tahun begitu terus (bakar uang)," jelasnya secara virtual, Rabu (23/11).

Nov 26, 2022 - 17:56

NUSADAILY.COM-JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susamto menduga badai Pemutusan hubungan kerja (PHK) di kalangan startup, seperti GoTo hingga Ruangguru belakangan ini terjadi akibat banyak faktor.
Pertama, karena startup sudah lelah 'bakar uang' dan dituntut keuntungan oleh investor. Akbar tidak menampik situasi ekonomi yang tidak ideal menjadi salah satu faktor badai PHK di kalangan startup belakangan ini.

Namun, ia mencatat ada faktor lain yang mendasari keputusan startup mengurangi jumlah karyawannya secara besar-besaran.

BACA JUGA : Strategis LPEI Tingkatkan Pertumbuhan Ekspor dan Ekonomi.

"Sebagian besar PHK itu terjadi di startup, jadi alasan lainnya adalah rasionalisasi bisnis mereka. Perusahaan-perusahaan ini mulai capek menggelembungkan bubble, tadinya kan mereka terus bakar uang untuk menaikkan kapitalisasi mereka, sekarang investor mereka mulai menuntut dapat untung. Masa empat tahun begitu terus (bakar uang)," jelasnya secara virtual, Rabu (23/11).

Dalam acara yang sama, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji menyinggung soal badai PHK yang terjadi di Indonesia.

Bahkan, Adi menyinggung soal PHK Ruangguru di dalam pemaparannya. Tertulis bahwa contoh faktual pengurangan 50 persen pekerja Ruangguru melalui online merupakan salah satu indikator bahwa masyarakat mulai melakukan efisiensi biaya rumah tangga.

"Di Indonesia itu pengertian upah minimum sudah salah kaprah, artinya upah minimum tidak sesuai dengan definisinya. Sejauh mana berdampak pada kenaikan PHK ini, itu yang kita hindari jika kenaikan upah minimum ini tidak sesuai dengan regulasi yang saat ini kita pedomani, yaitu PP 36/2021," ujar Adi.

BACA JUGA : Strategis LPEI Tingkatkan Pertumbuhan Ekspor dan Ekonomi.

Menurut data yang dipaparkan Adi, terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 bakal membuat jumlah PHK meningkat dan potensi relokasi pabrik ke daerah lain semakin banyak.

Sebelumnya, Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid mengungkapkan pemerintah perlu merumuskan kebijakan pengupahan yang lebih tertarget, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan karakter setiap sektor industri.

Selain itu, kebijakan pengupahan tersebut juga perlu bersifat adil dan tidak memberatkan pelaku usaha dan tidak merugikan tenaga kerja atau buruh. Pasalnya, baik pelaku usaha maupun tenaga kerja, keduanya merupakan siklus pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan.

"Dalam situasi pelemahan ekonomi global yang bakal berlanjut pada tahun depan, kami berharap agar kebijakan kenaikan upah dibarengi dengan pemberian insentif bagi industri yang terkena dampak gejolak ekonomi global, seperti industri padat karya dan yang berorientasi pada ekspor," kata Arsjad.(ris).