Awas! Ada Ekstremis Supremasi Asia Timur di Singapura, Berniat Serang Melayu-Muslim

Penangkapan Lee merupakan kasus ketiga terkait ektremisme radikal ini. Kasus pertama melibatkan seorang remaja berusia 16 tahun yang ditahan pada Desember 2020 karena merencanakan serangan parang terhadap masjid sementara kasus kedua juga melibatkan seorang remaja berusia 16 tahun yang diberi perintah pembatasan pada November 2023 setelah pihak berwenang menemukan bahwa ia diidentifikasi sebagai seorang supremasi kulit putih dan bercita-cita melakukan serangan di luar negeri.

Feb 12, 2025 - 07:40
Awas! Ada Ekstremis Supremasi Asia Timur di Singapura, Berniat Serang Melayu-Muslim

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Singapura digegerkan dengan penangkapan seorang pelajar berusia 18 tahun yang diidentifikasi sebagai bagian dari kelompok "supremasi Asia Timur". Kelompok tersebut menganut ideologi radikal, ekstremis sayap kanan yang kejam, yang menganggap etnis Tionghoa, Korea, dan Jepang lebih unggul.

Mengutip Channel News Asia (CNA), pelajar itu bernama Nick Lee Xing Qiu. Ia mengaku bercita-cita melakukan serangan ke Melayu dan Muslim di Singapura.

Lee diberi perintah penahanan pada Desember tahun lalu. Menurut Departemen Keamanan Dalam Negeri (ISD) ia ditangkap berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA).

Penangkapan Lee merupakan kasus ketiga terkait ektremisme radikal ini. Kasus pertama melibatkan seorang remaja berusia 16 tahun yang ditahan pada Desember 2020 karena merencanakan serangan parang terhadap masjid sementara kasus kedua juga melibatkan seorang remaja berusia 16 tahun yang diberi perintah pembatasan pada November 2023 setelah pihak berwenang menemukan bahwa ia diidentifikasi sebagai seorang supremasi kulit putih dan bercita-cita melakukan serangan di luar negeri.

"ISD juga mengumumkan pada hari Senin bahwa seorang ibu rumah tangga Singapura yang diradikalisasi setelah konflik Israel-Hamas telah dikenakan pembatasan ISA," muat CNA, dikutip Selasa (11/2/2025).

"Seorang pria Malaysia, yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Singapura, dipulangkan karena mendukung ISIS," tambah laman itu.

Secara rinci, Lee disebut pertama kali memulai permusuhan terhadap Muslim pada awal tahun 2023 setelah menemukan konten Islamofobia dan sayap kanan di media sosial. Dia menghabiskan beberapa jam sehari untuk mencari dan mengonsumsi konten ekstremis daring.

Pada bulan Juni 2023, Lee mencari rekaman video streaming langsung serangan teroris sayap kanan Brenton Tarrant terhadap Muslim di Christchurch, Selandia Baru, pada tanggal 15 Maret 2019. Dia menonton rekaman itu berulang kali dan menjadi mengidolakan Tarrant.

Dia kemudian mengunduh modifikasi gim video. Dirinya bermain peran sebagai Tarrant yang membunuh Muslim di Masjid Al Noor di Christchurch.

Pada awal tahun 2024, radikalisasi Lee semakin dalam. Di mana ia telah mengembangkan permusuhan yang kuat terhadap orang Melayu dan Muslim, serta etnis lain yang secara tradisional menjadi sasaran para ekstremis sayap kanan termasuk orang Yahudi, Meksiko, Afrika Amerika, dan India.

"Ia juga mendukung supremasi kulit putih karena ia merasa bahwa Islam merupakan ancaman bagi budaya kulit putih," kata ISD lagi.

"Ia telah menemukan ide-ide etno-supremasi yang membuatnya percaya bahwa orang Tionghoa, Korea, dan Jepang adalah etnis yang unggul, yang selaras dengan mereka mengingat etnis Tionghoa dan antipatinya terhadap Muslim," tambahnya.

Pada bulan September 2024, Lee membuat tato di siku kanannya yang bergambar sonnenrad, simbol yang terlihat dalam manifesto Tarrant dan di ranselnya selama serangan di Christchurch. Ia juga membeli kaus oblong dengan cetakan khusus simbol-simbol yang terkait dengan neo-Nazi, supremasi kulit putih, dan kelompok sayap kanan lainnya.

Lee sendiri dilaporkan juga telah berpikir untuk melemparkan bom molotov ke tetangganya yang Muslim-Melayu selama hari raya keagamaan untuk memaksimalkan korban. Namun, selain bertanya daring tentang cara membuat bom molotov, ia tidak melakukan persiapan lebih lanjut untuk ini.

Ia percaya bahwa kekerasan diperlukan untuk mencegah mayoritas Tionghoa di Singapura tergusur oleh apa yang ia anggap sebagai populasi Melayu yang berkembang pesat. Lee membayangkan memulai "perang ras" antara Tionghoa dan Melayu di Singapura, dengan membuat propaganda anti-Melayu dan anti-Muslim untuk diunggah daring, dengan harapan dapat menciptakan permusuhan antara kedua ras tersebut.(CNBC/han)