Apakah Suara Wanita Termasuk Aurat?

Sebagian ulama menganggap suara perempuan adalah bagian dari aurat. Sama halnya seperti bagian tubuh yang tak boleh diperlihatkan kepada banyak orang. Bagaimana jika seorang perempuan membaca Al-Qur'an dan suaranya terdengar?

Dec 14, 2022 - 13:00
Apakah Suara Wanita Termasuk Aurat?
Ilustrasi

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Sebagian ulama menganggap suara perempuan adalah bagian dari aurat. Sama halnya seperti bagian tubuh yang tak boleh diperlihatkan kepada banyak orang. Bagaimana jika seorang perempuan membaca Al-Qur'an dan suaranya terdengar?

Terkait hal ini, ada perbedaan pendapat antar ulama. Sebagian ulama menganggap suara perempuan adalah aurat, sementara sebagian lagi menyatakan bahwa suara perempuan bukanlah aurat.

BACA JUGA: Dara Arafah Curhat soal Pengalaman Mulai Mengenakan Hijab

Dikutip dari buku Fiqih Perempuan Kontemporer oleh Farid Nu'man, mengatakan ulama dari golongan Hanafiyah menyatakan bahwa suara perempuan adalah aurat. Sementara pendapat mayoritas ulama lain berpendapat suara perempuan bukanlah aurat asalkan tidak diperdengarkan dengan tujuan mengundang syahwat.

Laki-laki diperbolehkan mendengar suara perempuan namun jika suara tersebut memancing fitnah yang bisa melahirkan syahwat atau sengaja menggoda lewat suara maka digolongkan aurat dan diharamkan.

Penjelasan Suara Perempuan Termasuk Aurat

Ada beberapa alasan yang dijadikan dasar oleh pihak yang mengatakan bahwa suara perempuan adalah aurat.

Pertama, firman Allah SWT dalam surat An-Nuur ayat 31 yang berbunyi:

"...Dan, janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan..." (an-Nuur: 31)

Ayat ini melarang perempuan dengan sengaja memperdengarkan perhiasannya kepada laki-laki yang bukan mahramnya, dan suara perempuan termasuk perhiasan. Oleh sebab itu, suara perempuan lebih layak untuk dilarang.

Syekh Abdurrahman al-Jaziri rahimahullah' menjelaskan, "Allah SWT telah melarang memperdengarkan suara gelang kaki karena hal itu menunjukkan perhiasannya sehingga meninggikan suaranya lebih pantas diharamkan. Oleh karena itu, para ahli fiqih memakruhkan adzan kaum perempuan karena adzan membutuhkan suara yang ditinggikan.

Diharamkan juga meninggikan suara perempuan dalam nyanyian jika yang mendengarkannya adalah laki-laki yang bukan mahramnya, baik memakai (diiringi) alat musik maupun tidak. Keharamannya bertambah jika nyanyian tersebut mengandung kata dan kalimat yang bisa menimbulkan syahwat, misal senandung cinta, rindu, penggambaran tentang perempuan, atau ajakan kepada perbuatan keji, dan lain-lain."

Kedua, anjuran bertepuk tangan bagi perempuan untuk mengoreksi kesalahan imam.

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang terganggu dalam shalatnya oleh sesuatu hal maka bertasbihlah. Sesungguhnya, jika ia bertasbih hendaklah menengok kepadanya, dan bertepuk tangan hanyalah untuk kaum perempuan."

Maksud yang tersirat dalam hadits ini, yaitu khusus kaum perempuan dianjurkan bertepuk tangan menunjukkan bahwa suara perempuan memang aurat karena jika memang bukan aurat pastilah disamakan dengan kaum laki-laki, yaitu ucapan, "Subhanallah."

Penjelasan Suara Perempuan Bukan Termasuk Aurat

Ulama yang mengatakan bahwa suara perempuan bukan termasuk aurat juga memiliki sederet alasan.

Pertama, Rasulullah SAW pernah berbicara dengan kaum perempuan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Mujaadilah ayat 1:

"Sungguh Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat"

Kedua, Rasulullah SAW dan para sahabat-Abu Bakar ra., Utsman r.a., dan Ali r.a. pernah mendengarkan perempuan bernyanyi. Dari Buraidah, ia berkata,

"Rasulullah SAW melakukan peperangan. Ketika sudah kembali, datanglah kepadanya, seorang budak perempuan berkulit hitam. Kemudian, ia berkata, 'Wahai Rasulullah, aku bernadzar jika kamu kembali dalam keadaan selamat, aku akan memainkan rebana dan bernyanyi di hadapanmu'. Rasulullah SAW bersabda, 'Jika kamu sudah bernadzar, pukullah rebana itu. Jika tidak bernadzar, tidak usah dipukul rebananya.'

Perempuan itu pun memainkan rebananya lalu masuklah Abu Bakar, ia masih memainkannya. Masuklah Ali, ia masih memainkannya. Masuklah Utsman, ia masih memainkannya. Kemudian, ketika Umar yang masuk, dibantinglah rebana itu, dan ia duduk (ketakutan).

Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, 'Wahai Umar, setan saja benar-benar takut kepadamu. Ketika aku duduk, ia memukul rebana. Ketika Abu Bakar masuk, ia masih memainkannya. Ketika Ali datang, ia masih memainkannya. Ketika Utsman datang, ia masih memainkannya. Namun, ketika kamu yang datang, ia melemparkan rebana itu.'

Imam Ali al-Qari rahimahullah mengomentari kisah ini,

"Ini merupakan dalil bahwa mendengarkan suara perempuan yang bernyanyi adalah mubah jika tidak ada fitnah."

Ar-Rubayyi binti Mu'awidz r.a. bercerita, "Pada hari pernikahanku, Rasulullah SAW datang. la duduk di permadaniku ini. Aku memiliki dua jariyah (budak perempuan remaja) yang sedang memainkan rebana. Mereka menyanyikan lagu tentang ayah-ayah kami ketika terbunuh dalam Perang Badar.

Kemudian, mereka berkata, 'Di tengah kita, ada seorang Nabi yang mengetahui apa yang terjadi hari ini dan esok' Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, 'Ucapan yang ini, janganlah kalian berdua ucapkan."

Ketiga, para sahabat Rasulullah SAW juga berbicara dengan kaum perempuan dan meriwayatkan hadits dari istri-istri Rasulullah SAW. Begitu pula Aisyah ra, ia menjenguk ayahnya dan Bilal bin Rabah ra. yang sedang demam.

Aisyah r.a. berkata, "Ketika Rasulullah saw. sampai di Madinah, Abu Bakar dan Bilal mengalami demam. Kemudian, aku masuk menemui keduanya. Aku berkata, 'Wahai Ayah, bagaimana keadaanmu? Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?'

Syekh Wahbah az-Zuhaili rahimahullah berkata, "Suara perempuan menurut mayoritas ulama bukanlah aurat karena dahulu para sahabat Rasulullah SAW mendengarkan perkataan dari istri-istri Nabi Muhammad untuk mempelajari hukum-hukum agama.

Namun, diharamkan mendengarkan suara perempuan jika melahirkan gairah dan mendayu-dayu walaupun membaca Al-Qur'an disebabkan khawatir lahir fitnah.

Jadi, jika lahir dikhawatirkan akan terjadi fitnah, misal menimbulkan syahwat, hal itu terlarang walaupun mendengarkan perempuan membaca Al-Qur'an. Jika tidak ada fitnah, tidak apa-apa walaupun mendengarkan perempuan bernyanyi sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali al-Qari.

Syekh Wahbah az-Zuhaili rahimahullah juga mengatakan, "Tidaklah diharamkan mendengarkan suara perempuan walaupun perempuan penyanyi, kecuali jika khawatir terjadi fitnah."(eky)