Anggota Komisi III DPR Minta Pemberantasan TPPO Jadi Agenda Besar

Arsul meminta kementerian dan lembaga terkait berkoordinasi secara intens untuk mengatasi TPPO. Dia juga meminta pemerintah daerah lebih banyak dilibatkan untuk mencegah TPPO.

May 31, 2023 - 19:12
Anggota Komisi III DPR Minta Pemberantasan TPPO Jadi Agenda Besar
Ilustrasi TPPO

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengungkap data mengerikan soal warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan pemberantasan TPPO harus menjadi agenda besar.

"Kejahatan ini sudah merupakan kejahatan serius yang penanggulangan dan pemberantasannya perlu mendapat fokus yang lebih besar dalam agenda kerja Polri di masa mendatang," kata Arsul kepada wartawan, Selasa (30/5/2023).

"Namun keberhasilannya sedikit banyak akan tergantung pada dukungan lintas kementerian dan lembaga lainnya," sambungnya.

BACA JUGA : Polisi Menggeledah Rumah Kedua Tersangka TPPO WNI ke Myanmar

Arsul meminta kementerian dan lembaga terkait berkoordinasi secara intens untuk mengatasi TPPO. Dia juga meminta pemerintah daerah lebih banyak dilibatkan untuk mencegah TPPO.

"DPR meminta agar koordinasi di lingkungan kementerian dan lembaga terkait di bawah Kemenko Polhukam benar-benar dapat lebih diintensifkan. Bahkan kordinasi ini juga perlu mencakup dengan Pemda-pemda yang warganya teridentifikasi sebagai korban-korban dari TPPO ini," katanya.

Dia mengatakan Pemda memiliki peran di level pencegahan. Pemda, katanya, bisa melakukan sosialisasi ke masyarakat agar tak mudah tertipu janji pekerjaan dan gaji besar tanpa melalui prosedur resmi.

"Keberhasilan pada level pencegahan terhadap TPPO dipengaruhi bagaimana Pemda setempat bisa mengajak dan menyadarkan masyarakat untuk tidak gampang terbuai dengan janji-janji mendapat pekerjaan dengan gaji besar tanpa melalui jalur yang benar," katanya.

"Atensinya (Pemda) boleh dibilang masih minim sekali," ucapnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, juga mengaku prihatin dengan data TPPO yang disampaikan BP2MI. Dia mengatakan TPPO harus menjadi perhatian bersama.

"Ini isu yang sangat memprihatinkan. Sayangnya, perihal TPPO ini dari kemarin-kemarin belum terangkat menjadi isu nasional yang menyita perhatian. Saatnya TPPO ini menjadi perhatian tak hanya pemerintah dan aparat, namun seluruh rakyat," kata Sahroni.

Dia menyatakan Komisi III DPR akan melakukan pembahasan serius soal kasus TPPO yang terjadi. Dia mengatakan pemerintah harus segera mengambil langkah serius untuk mengatasi TPPO yang makin mengerikan.

"Kami di Komisi III berjanji akan sangat serius meng-handle soal ini, menekan para partner untuk membuat program serius, apakah itu Satgas, task force, dan lain-lain," ucapnya

Data BP2MI

Sebelumnya, Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengungkap data mengerikan TPPO. Dalam kurun 3 tahun terakhir, ada sekitar 94 ribu WNI yang dideportasi dari Timur Tengah dan Asia.

"Dalam 3 tahun terakhir BP2MI telah menangani kurang lebih 94 ribu anak-anak bangsa yang dideportasi dari Timur Tengah maupun Asia. Dan 90 persen yang dideportasi adalah mereka yang dulu berangkat tidak resmi atau unprocedural, dan diyakini 90 persen dari angka itu diberangkatkan dari oleh sindikat penempatan pekerja migran Indonesia," kata Benny kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (30/5).

Benny menyebut, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah mayat yang dipulangkan ke Indonesia mencapai 1.900. Mayoritas mayat tersebut merupakan WNI yang dulu berangkat ke luar negeri secara ilegal.

"Jenazah kurang lebih 1.900, artinya tiap hari dua peti jenazah masuk ke Tanah Air kita. Sama 90 persen mereka adalah yang dulu berangkat secara tidak resmi korban penempatan sindikat ilegal," ujar Benny.

Dia mengatakan banyak WNI yang mengalami cacat dan hilang ingatan. Mereka yang berangkat ke luar negeri secara ilegal itu kebanyakan tidak menjalani tes kesehatan hingga tes psikologi.

"Kemudian 3.600 yang sakit depresi, hilang ingatan, dan bahkan cacat secara fisik. Kenapa mereka sakit, saat meninggal selain penganiayaan karena yang ilegal pasti tidak pernah mengantongi hasil medical check-up, termasuk tes psikologis yang diwajibkan ketika mereka berangkat resmi," ujar Benny. (ros)