Ahmad Khoirul Mengawasi dan Mengoreksi Roda Kepemimpinan Partai Secara Transparan

Menurut Umam, sikap kritis para kader partai akan dengan mudah dibredel dengan 'tangan besi' pimpinan partai. Model semacam ini, kata Umam, lebih mirip dengan 'demokrasi terpimpin', yang dalam praktiknya lebih dekat dengan model semi-otokratik di internal partai

Feb 11, 2023 - 18:08
Ahmad Khoirul Mengawasi dan Mengoreksi Roda Kepemimpinan Partai Secara Transparan
Foto: Dosen Ilmu Politik & International Studies, Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam (Dok istimewa)

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tengah memproses uji materiil UU Nomor 7/2017 tentang pemilu sistem proporsional terbuka atau sistem coblos nama caleg. Sistem pemilu tertutup atau sistem coblos partai dinilai bisa menguatkan model kekuasaan partai.
"Sistem proporsional tertutup hanya akan menguatkan model kekuasaan partai yang sentralistik. Para legislator dan kader partai tidak akan lagi memiliki kemampuan untuk mengawasi dan mengoreksi roda kepemimpinan partai secara transparan dan akuntabel," ujar Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, kepada wartawan, Jumat (10/2/2023).dilansir dari detik.com

BACA JUGA : KPKP Lakukan Vaksinasi Ke Hewan Penular Rabies

Menurut Umam, sikap kritis para kader partai akan dengan mudah dibredel dengan 'tangan besi' pimpinan partai. Model semacam ini, kata Umam, lebih mirip dengan 'demokrasi terpimpin', yang dalam praktiknya lebih dekat dengan model semi-otokratik di internal partai.

"Money politics yang belakangan muncul di tengah masyarakat akan berkurang drastis dan kembali beralih ke dalam bentuk gratifikasi dan politik transaksional dari kader partai ke elit partai," ucap Umam.

"Model kekuasaan partai yang sentralistik ini akan memfasilitasi hadirnya relasi oligarki yang kuat, dimana perselingkuhan kekuasaan antara pengusaha, penguasa, dan elit politik akan semakin menggila. Akibatnya, kader partai menjadi semakin pragmatis," jelasnya.

Umam menjelaskan para kader nantinya akan merasa tidak perlu mengakar di masyarakat, asal dekat dengan elit partai, posisi mereka aman. Di sinilah, ujar Umam, esensi demokrasi menjadi hilang.

"Rakyat semakin kehilangan hak untuk menyampaikan aspirasinya kepada para wakil-wakil yang 'diklaim' mewakili rakyat di masing-masing Daerah Pemilihan. Kembali ke model 'beli kucing dalam karung'.
8 Partai Tolak Pemilu Coblos Gambar Partai
Delapan dari sembilan fraksi di DPR menolak sistem proporsional tertutup. Parpol-parpol tersebut adalah Golkar, Demokrat, PAN, PKB, PKS, NasDem, Gerindra, dan PPP. Mereka pernah melakukan pertemuan bersama dan memberikan pernyataan menolak sistem coblos gambar partai ini.

BACA JUGA : Dirumorkan Dekat dengan Penulis NKCTHI, Ariel NOAH Buka...

"Kami menolak proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi. Sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran bagi demokrasi kita. Di lain pihak, sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat dimana dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan Partai Politik. Kami tidak ingin demokrasi mundur," kata Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto dalam salah satu pertemuan tersebut.
Setelahnya, perwakilan fraksi parpol-parpol tersebut menggelar konferensi pers di DPR. Dipimpin Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, mereka membacakan pernyataan sikap mereka menjelang sidang perkara sistem pemilu terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK).

Berikut pernyataan yang dibacakan Doli mewakili 8 fraksi:

1. Bahwa kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju;

2. Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan keputusan MK nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 dengan mempertahankan pasal 168 ayat 2 undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia;

3. Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai dengan amanat undang-undang tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.(ris)