4 Fakta Flu Babi Afrika yang Merebak di RI

Babi hidup di beberapa wilayah Indonesia terdeteksi virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika, salah satunya di Pulau Bulan, Batam. Akibatnya, Singapura sebagai importir langganan babi hidup dari daerah tersebut menyetop importasinya sejak April 2023 lalu.

May 12, 2023 - 05:00
4 Fakta Flu Babi Afrika yang Merebak di RI
Babi

NUSADAILY.COM – JAKARTA - Babi hidup di beberapa wilayah Indonesia terdeteksi virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika, salah satunya di Pulau Bulan, Batam. Akibatnya, Singapura sebagai importir langganan babi hidup dari daerah tersebut menyetop importasinya sejak April 2023 lalu.

Berikut fakta-faktanya:

1. Kementan Investigasi Masuknya Flu Babi Afrika

Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan babi hidup di Pulau Bulan awalnya telah dinyatakan bebas virus African Swine Fever (ASF) atau flu babi Afrika. Untuk itu, Kementan tengah melakukan investigasi dari mana virus babi tersebut bisa masuk ke Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau.

Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Barantan, Wisnu Wasisa Putra menjelaskan, sebenarnya virus ASF telah masuk di Indonesia sejak 2019 di Medan dan penyebarannya hanya di lokasi yang sama. Sementara di Pulau Bulan, secara berkala dilakukan pengujian hingga ditetapkan bebas ASF.

"Memang pada Februari 2023 itu di Singapura ada kejadian ASF pada babi liar. Frekuensi ada tiga kali. Kita juga lagi mencari jalur masuknya virus di Pulau Bulan. Karena perusahaan sudah melakukan bius ketat tetapi masih ada ASF. Jalur masuknya kan banyak bisa dari alat akut. Kita sedang investigasi jalur masuknya dari mana," katanya, Rabu (10/5/2023).


2. Wilayah Terpapar Flu Babi Afrika

Kementerian Pertanian mengonfirmasi, saat ini virus African Swine Fever (ASF) atau flu babi afrika tak hanya ada di Pulau Bulan, Batam. Virus itu juga sempat di Kalimantan tepatnya di Singkawang, Kalimantan Barat, tepatnya pada November 2022.

"Kalimantan ada ya di Kalimantan Kota Singkawang di PT Fajar Semesta Indah juga itu terjadi di situ. Kalau di Bali, memang kita menjaga lalu lintas di Bali, untuk pengajuan ASF dari Bali kita lakukan supaya nggak menyebar kasusnya ke tempat lain," ujarnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa menyebut, tahun ini kasus flu babi afrika juga melanda peternakan babi di Sulawesi. Kasus tersebut yang menurunkan harga babi hidup di Indonesia.

"Ini bisa turun karena ada beberapa kasus di Indonesia terkait dengan ASF, wilayah mana yang mempengaruhi? Adalah Sulawesi, sempat kita berpikir kasus di Pulau Bulan menjadi memperparah situasi," lanjutnya.

Menurutnya penyebara flu babi afrika antar pulau kemungkinan besar terjadi. Ia menerangkan penyebaran virus flu babi afrika ini dari tiga hal, orang, barang, hewan.

"Umumnya itu terjadi mislanya, ada daging frozen yang terkontaminasi ASF, masuk wilayah situ. Kemudian dicuci, air cucian itu buangannya ke sembarang tempat ini bagian pemicu itu. kedua alat tangkap alat angkut. Contoh, Pulau Bulan atau besi alat besi masuk ke sana," jelasnya.

3. Harga Babi Merosot

Hari mengatakan untuk harga babi hidup di Jakarta sekarang turun dari Rp 53.000 sampai Rp 55.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 48.000/kg.

"Di Jakarta umumnya harga babi hidup Rp 53.000 sampai Rp 55.000. Nah sekarang di Jakarta Rp 48.000. Jauh di bawah harga normal," jelasnya kepada detikcom.

Menurutnya penurunan harga itu disebabkan karena ada temuan virus flu babi Afrika, namun bukan dipicu kasus di Pulau Bulan, Batam. Hari menjelaskan temuan kasus flu babi afrika tahun ini pertama ditemukan di Sulawesi.

"Ini bisa turun karena ada beberapa kasus di Indonesia terkait dengan ASF, wilayah mana yang mempengaruhi? Adalah Sulawesi, sempat kita berpikir kasus di Pulau Bulan menjadi memperparah situasi," lanjutnya.

Sementara harga babi di bali sendiri juga telah menurun dari normalnya Rp 45.000 per kilogram (kg) kini menjadi Rp 33.000/kg. Hari mengatakan harga babi di Bali juga sulit naik karena pengaruh kasus ASF dan harga di Jakarta yang belum naik.

"Normal harga babi hidup di Bali Rp 45.000, sempat Rp 40.000, kemudian karena ada meningitis peternak mulai panik dalam dua hari sudah jatuh Rp 33.000. Sekarang Bali sedang susah payah mengangkat Rp 40.000 ditimpa lagi kasus Pulau Bulan," tuturnya.

"Kenapa Bali juga tidak bisa naik? Karena Bali juga dipengaruhi oleh Jakarta sebagai barometer harga di Indonesia," ujarnya.

4. Flu Babi Afrika Tak Menular ke Manusia

Kembali ke Kementan, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Barantan, Wisnu Wasisa Putra mengatakan virus tersebut menular cepat ke sesama babi.

"Iya enggak menular (ke manusia cuma ini penularan cepat sesama babi," katanya.

Untuk itu, Kementan sendiri melalui Balai Besar Veteriner Farma Pusvetma atau BBVF Pusvetma adalah Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mencegah penularan tersebut dengan memberikan serum dan penguat antibodi kepada babi yang sehat.

"(Memberikan) untuk serum, memberikan penguatan antibodi pada hewan yg sehat dan babi supaya tidak terjangkit ASF. ASF kan pengendaliannya nggak mudah, belum ada vaksin dan di kompartemen sudah dilakukan bius yg ketat," jelasnya.

Senada, peternak babi juga mengatakan flu babi afrika (ASF) tidak akan menimbulkan penyakit pada manusia. Dengan demikian, apabila ada masyarakat yang tak sengaja mengonsumsi daging babi yang terjangkit virus tersebut, orang tersebut akan tetap aman.

"Anggaplah kita makan yang terkontaminasi, tidak akan bikin manusia sakit. Misalnya babi yang terkontaminasi itu tidak timbul gejala klinis, lalu kemudian dipotong dan tak sengaja dimakan manusia, masih tetap aman. Jadi berbeda dengan meningitis. kalau ASF yang fatal itu di sesama babinya," terang Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa.

Hari penyakit ASF terbilang cukup berbahaya bagi babi antaran daya bunuhnya terhadap hampir 100%. Radius penularan penyakit sekitar 3 km.

"Kalau seberapa berbahayanya dalam konteks mortalitas terhadap babi sendiri hampir 100% daya bunuhnya. Kalau satu kandang itu bisa habis semua. Karena belum ada obatnya, tidak ada vaksinnya," pungkasnya.(eky)